Dukung Penggunaan UU TPKS Jerat Profesor Terduga Pelaku Kekerasan Seksual di Universitas Halu Oleo
Terduga pelaku merupakan oknum profesor berinisial B di Universitas Halu Oleo, yang melakukan pelecehan kepada salah satu mahasiswinya RN (20).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendukung penggunaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menjerat terduga pelaku tindak pidana kekerasan seksual di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.
Terduga pelaku merupakan oknum profesor berinisial B di Universitas Halu Oleo, yang melakukan pelecehan kepada salah satu mahasiswinya RN (20).
"Keberadaan UU TPKS merupakan bukti nyata dari kehadiran negara untuk melindungi korban kekerasan seksual sebagai kejahatan extraordinary," ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati dalam keterangannya, Sabtu (27/8/2022).
Ratna menuturkan kasus kekerasan seksual ini mendapatkan perhatian dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.
Menteri PPPA meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) agar kasus tersebut ditangani sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan terduga pelaku dijatuhkan hukuman.
Saat ini, tersangka belum ditahan dengan mengajukan permohonan penangguhan penahanan.
Baca juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Tokoh Agama Berperan Cegah Kekerasan di Pesantren
Ratna menegaskan bahwa penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan dalam Pasal 31 KUHAP.
"Akan terus memantau dan mengikuti perkembangan kasus tersebut dalam rangka pelindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual RN, terutama selama proses hukum," kata Ratna.
Selain itu, Ratna mengingatkan dan mengajak kepada seluruh masyarakat di Indonesia yang mendengar, melihat, atau mengetahui segala bentuk kekerasan untuk berani bicara dan melapor.
Dirinya menyatakan untuk tidak menoleransi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menjadi perhatian Polres untuk segera menangkap pelaku tindak pidana kekerasan seksual.
"Kasus ini dapat dengan segera diketahui dan ditangani oleh pihak yang berwajib karena terduga korban berani melapor. Tindakan terduga korban yang begitu berani untuk melapor tidak hanya membantu APH dalam menjerat hukuman kepada terduga pelaku, tetapi juga mencegah agar tidak terjadi lagi kasus yang serupa," tutur Ratna.
Berdasarkan koordinasi dan klarifikasi yang dilakukan oleh Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kemen PPPA dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Kendari, terduga pelaku melakukan perbuatan melawan hukum pada saat terduga korban berkunjung ke kediaman terduga pelaku untuk keperluan akademis.
Terduga pelaku mencium korban secara sepihak dan terduga korban segera melaporkan perbuatan melawan hukum yang dialaminya ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Kendari pada 18 Agustus 2022 silam.
Unit PPA Polresta Kendari merespon laporan tersebut dengan berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Kendari dan dilakukan penjangkauan ke rumah terduga korban untuk memberikan pendampingan psikologis dan hukum.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah memberikan mandat kepada kementerian untuk menyelenggarakan penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional.
Untuk itu KemenPPPA menyediakan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 bagi perempuan korban kekerasan untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami maupun dilihat.
Kehadiran Call Center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129 bertujuan untuk mempermudah akses bagi korban atau pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.