Rekomendasi Komnas HAM Bisa Digunakan Putri Candrawathi Membela Diri, Istri Ferdy Sambo Bisa Bebas ?
Mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - pakar psikologi forensik dan Pemerhati Kepolisian Reza Indragiri Amriel menilai rekomendasi Komnas HAM yang bisa memberi angin segar kepada Putri Candrawathi.
Apalagi adanya temuan dugaan terjadi pelecehan di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022.
Sebaliknya rekomendasi Komnas HAM tersebut membuat stigma buruk kepada Brigadir J.
Almarhum sudah tidak bisa melakukan pembelaan lantaran sudah meninggal.
"Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual," ucap Reza kepada Kompas.com.
Temuan Komnas HAM ini bisa digunakan oleh Putri untuk menarik simpati publik.
Baca juga: Putri Candrawathi Wajib Lapor 2 Kali Tiap Pekan, Polri Ungkap Alasan Istri Ferdy Sambo Tak Ditahan
Bahkan, bisa digunakan membela diri di pengadilan kelak.
Rekomendasi Komnas HAM tersebut tak bisa dijadikan kasus hukum karena Indonesia tidak mengenal persidangan yang digelar setelah terdakwa meninggal dunia.
"Dugaan Komnas itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum.
Indonesia tidak mengenal posthumous trial," kata Reza.
Istri Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J.
"Dia juga bisa jadikan pernyataan Komnas sebagai bahan membela diri di persidangan nanti, termasuk bahkan membela diri dengan harapan bebas murni," kata Reza.
Namun demikian, menurut Reza, betapa pun Putri mengeklaim sebagai korban kekerasan seksual dan Komnas HAM mengamininya, tetap tidak mungkin dia menerima hak-hak sebagai korban.
Pasalnya, UU mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar Putri bisa mendapat restitusi dan kompensasi.
Sementara, vonis tak mungkin dijatuhkan jika persidangannya saja tidak bisa digelar.
"Dari situlah kita bisa takaran dalam tragedi Duren Tiga berdarah, pernyataan atau simpulan Komnas punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir J, namun menguntungkan PC," kata Reza.
Rekomendasi Komnas HAM RI juga membuat gusar mantan Kabareskrim, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji.
Ia menilai Komnas HAM justru telah melampui batas tupoksi lembaganya sendiri dan justru membuat gaduh publik.
"Komnas HAM ini dia tugasnya apa sih? dia hanya menyelidiki ada atau tidak pelanggaran HAM berat dalam kasus ini."
"Kalau tidak ada pelanggaran HAM berat ya sudah lepas libat, itu tugasnya polisi menyelidiki."
Baca juga: Respon Polri soal Dugaan Adanya Keistimewaan untuk Putri Candrawathi Tidak Ditahan
"Kasihan polisi yang sudah berhasil, jangan kacaukan lagi, jangan dibuat kegaduhan," kata Susno dalam Apa Kabar Malam tvOne, Kamis (1/9/2022).
"Ini bikin gaduh, apalagi mengambil kesimpulan tidak terdapat penyiksaan, penganiayaan."
"Dari mana? dari visum? apa visum bunyinya begitu? visum itu bunyinya ada luka tembak, luka lecet, luka benda tumpul."
"Nanti yang menyimpulkan itu penyidik polri," kata Susno.
Lebih lanjut, Susno mengkritik rekomendasi Komnas HAM terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
Ia mempertanyakan dasar pertimbangan Komnas HAM menyimpulkan adanya dugaan pelecehan seksual tersebut.
"Pertama pelecehan seksual kan sudah dihentikan, dihentikannya itu bukan karena tersangkanya meninggal."
"Kapolri sendiri yang menyatakan dalam forum resmi DPR menyatakan tidak ada pidana."
"Komnas HAM mohon maaf ya, melewati garis. Itu kebablasan."
"Keterangan yang didapat Komnas HAM itu dari siapa? Brigadir Yoshua sudah meninggal kok. Enggak bisa dicocokkan."
"Ada keterangan saksi pun dari segerombolan orang yang sama, posisi mereka sama-sama tersangka."
"Jadi apapun yang diperbuat mereka tidak bisa dicocokkan," kata Susno.
Lebih lanjut, Susno pun menganggap rekomendasi Komnas HAM ini dibentuk berdasarkan keterangan saksi.
Sehingga menurutnya tidak cukup untuk menjadikan Polri menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM tersebut.
"Komnas HAM hanya mengutip saksi. Saksi yang jumlahnya berapa mau seribu atau sejuta, nggak ada gunanya. Sama saja bohong," katanya.
Lalu, Susno menganggap rekomendasi Komnas HAM yang disimpulkan dari keterangan saksi adalah cara yang salah terkait kasus dugaan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi.
"Kalau itu (keterangan saksi) yang dimasukkan yang memperkuat dugaan (pelecehan seksual) Komnas HAM, itu namanya ngawur," ujarnya.
5 Kesimpulan Isi Rekomendasi Komnas HAM
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komnas HAM RI mengungkapkan lima poin kesimpulan dari proses pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang 39 tahun 1999 tentang HAM terhadap kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara, mengungkapkan kesimpulan pertama adalah telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan atau rumah dinas Ferdy Sambo.
"Kedua, peristiwa pembunuhan Brigadir J dikategorikan sebagai tindakan Extra Judicial Killing," kata Beka saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Kamis (1/9/2022).
Ketiga, kata Beka, berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua ditemukan fakta tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak.
Keempat, terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada PC (Putri Candrawathi atau istri Ferdy Sambo) di Magelang tanggal 7 Juli 2022.
"Kelima, terjadi Obstruction of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J," kata Beka. (Tribunnews.com/Milani Resti/Abdi Ryanda Shakti) (Kompas.com/Surya/Iksan Fauzi)