KPK Tambah Masa Penahanan Rektor Unila Prof Karomani 40 Hari
KPK menduga Karomani dkk membanderol tarif jalan pintas masuk Unila ini dengan harga Rp100 juta hingga Rp350 juta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah masa penahanan empat tersangka kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) selama 40 hari.
Empat tersangka itu antara lain Rektor nonaktif Unila Prof Karomani.
Lalu Wakil Rektor I bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan Andi Desfiandi selaku orang tua mahasiswa.
"KPK telah memperpanjang masa penahanan para tersangka masing-masing selama 40 hari terhitung sejak 9 September sampai nanti tanggal 18 Oktober 2022," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (12/9/2022).
Baca juga: Status Unila Sebagai Kampus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Ditunda Kemendikbudristek
Dengan begitu, Karomani dkk akan lebih lama menghuni rumah tahanan (rutan) masing-masing.
Karomani ditahan di Rutan KPK di Gedung merah Putih.
Sedangkan Heryandi, Basri, dan Andi ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur
"Untuk proses melengkapi alat bukti dan pemberkasan dalam perkara dugaan korupsi di Unila tersebut, tim penyidik KPK saat ini masih membutuhkan waktu," kata Ali.
Karomani terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu (20/82022) di Bandung.
Ia kemudian ditetapkan menjadi tersangka penerima suap dan gratifikasi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila tahun 2022.
KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri sebagai penerima suap.
Sementara sebagai pemberi suap adalah Andi Desfiandi yang disebut berasal dari pihak swasta.
Karomani cs disebut menerima suap dengan total sekitar Rp5 miliar.
KPK menduga Karomani dkk membanderol tarif jalan pintas masuk Unila bagi mahasiswa baru dengan harga Rp100 juta hingga Rp350 juta.
KPK mensinyalir Karomani menerima uang lebih dari satu orang calon mahasiswa baru.