Sejarah Mangkuk Ayam Jago: Dibuat pada Masa Kekaisaran di Tiongkok, Punya Makna Simbolis
Sejarah mangkuk ayam jago yang dibuat pada masa kekaisaran di Tiongkok, disukai oleh para kaisar dan punya makna yang simbolis.
Penulis: Nurkhasanah
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Inilah sejarah mangkuk ayam jago yang ditampilkan menjadi google doodle pada hari ini, Senin (12/9/2022).
Mangkuk yang bergambar ayam jago sangat legendaris dan populer di kalangan masyarakat.
Peralatan makan ini sangat mudah ditemukan di rumah ataupun warung makan.
Namun ternyata, mangkuk ayam jago bukan berasal dari Indonesia.
Dikutip dari nusadaily.com, sejarah mangkuk ayam jago dimulai pada masa Dinasti Ming, yakni saat periode pemerintahan Kaisar Chenghua (1465-1487 M).
Menurut catatan sejarah Tiongkok, kala itu sang kaisar memesan empat mangkuk berisi ayam jantan dan ayam betina.
Baca juga: Fakta Mangkuk Ayam Jago: Jadi Seserahan Wajib di Tiongkok hingga Pernah Dilelang 36,3 Juta Dollar AS
Kaisar memerintahkan pembuatan empat mangkuk tersebut pada seorang perajin keramik yang sering mengerjakan pesanan istana.
Adapun perajin keramik yang dimaksud tinggal di daerah Jingdezhen, Provinsi Jiangxi.
Kualitas keramik di daerah tersebut telah terkenal sejak abad ke-6.
Baca juga: Filosofi Mangkuk Ayam Jago yang Jadi Google Doodle Hari Ini
Kaisar Chenghua memesan empat mangkuk keramik menggunakan teknik doucai dan dibuat secara khusus untuk dirinya serta ratu atau istrinya sebagai tanda cinta.
Mangkuk ini kemudian dikenal sebagai Jigangbei, yang artinya 'mangkuk ayam'.
Pada mangkuk tersebut terdapat lukisan bergambar ayam jago, ayam betina, dan sepasang anak ayam yang artinya sejahtera, banyak anak, banyak rejeki.
Mangkuk ayam ini juga mempunyai makna simbolis.
Kata Ji, yang berarti ‘ayam’, mirip dengan kata Jia yang berarti rumah/keluarga.
Kemudian gambar tanaman peony melambangkan kekayaan, sedangkan gambar pohon pisang dengan daun lebar berarti keberuntungan bagi keluarga.
Kaisar Tiongkok kuno pun menyukai lukisan di mangkuk ayam jago.
Di antara Kaisar Tiongkok yang dimaksud adalah Kaisar Dinasti Qing, Kaisar Wanli (yang memerintah pada tahun 1572-1620) dan Kaisar Kangxi (yang memerintah dari tahun 1661-1722).
Karena sangat menyukai mangkok bergambar ayam jago, para kaisar Tiongkok tersebut berani mematok harga tinggi untuk sekedar memilikinya.
Pada akhir masa pemerintahan Dinasti Qing, mangkuk dengan lukisan ayam jantan mulai diproduksi secara massal.
Saat itu, masyarakat kalangan menengah ke bawah di China hanya bisa menggunakan mangkuk bergambar ayam.
Hal ini dikarenakan mangkok dengan motif naga, hong, atau lainnya dijual dengan harga yang lebih mahal.
Sementara bagi petani Cina, mangkuk dengan gambar ayam jantan melambangkan kerja keras untuk kemakmuran.
Hal ini karena peran ayam jantan yang selalu berkokok untuk membangunkan petani di pagi hari.
Seperti seruan kepada petani untuk segera memulai hari dengan bekerja di kebun atau peternakan.
Sekitar awal abad ke-20, ayam jantan mulai merambah dunia.
Awalnya mangkuk tersebut dibawa oleh para pendatang yang tinggal di sekitar pabrik, Provinsi Guangdong.
Kemudian mangkuk menyebar hingga ke luar negeri yakni beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand, Vietnam, Singapura, Malaysia, hingga Indonesia.
Mangkuk ayam pun semakin banyak diproduksi.
Teknik pembuatan mangkuk ayam juga berkembang, yang semula dilukis dengan tangan atau manual lalu menjadi menggunakan cetakan mesin.
Saat ini mangkuk ayam jantan yang dibuat pada masa kekaisaran diburu oleh kolektor barang antik di seluruh dunia.
Adapun ciri-ciri mangkuk ayam jantan tersebut yakni di bagian bawah mangkok terdapat cap stempel atau nama dan tahun pembuatan dinasti.
Mangkuk Chenghua yang berusia 500 tahun dan berasal dari dinasti Ming, diketahui hingga saat ini hanya tersisa 16 buah di dunia.
Empat mangkuk tersebut di antaranya dimiliki oleh individu dan sisanya dikumpulkan di museum umum.
Mangkuk ini telah beberapa kali dilelang oleh lembaga pelelangan Sotheby's di Hongkong pada tahun 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an dan terakhir pada tahun 2014.
Nilai lelang tertinggi mencapai 36,3 juta dolar AS atau Rp 508,2 miliar dengan kurs Rp14.000 per 1 dolar AS.
(Tribunnews.com/Nurkhasanah)