VIDEO EKSKLUSIF Pandangan Surya Paloh Soal Berapa Idealnya Pasangan Capres-Cawapres di Pemilu 2024
Surya Paloh berbicara mengenai berapa idelnya pasangan Calon presiden dan Wakil presiden untuk Pemilu Presiden 2024 mendatang
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh berbicara mengenai berapa idelnya pasangan Calon presiden dan Wakil presiden untuk Pemilu Presiden 2024 mendatang.
"Semuanya ideal sepanjang kualitas pemilu itu berjalan secara baik apa yang kita mau cari sebagai pelajaran pemilu itu," ujar Surya Paloh saat wawancara eksklusif dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara Ambarita, di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2022).
Kualitas pemilu dan jauh dari perpecahan akibat pergantian presiden dan wakil presiden, menurut Surya Paloh menjadi tujuan Pemilu digelar di tanah air.
"Apa yang harus kita hindari adalah perpecahan," tegas Surya Paloh.
Simak sambungan wawancara eksklusif Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara Ambarita dengan Ketum NasDem Surya Paloh:
Masih dalam konteks pemilu, idealnya menurut Bang Surya berapa pasang calon kandidat Capres-Cawapres di Pemilu 2024?
Semuanya ideal sepanjang kualitas pemilu itu berjalan secara baik apa yang kita mau cari sebagai pelajaran pemilu itu.
Kesatu, dia itu merupakan manivestasi dari kedaulatan demokrasi yang kita miliki. Sirkulasi kekuasaan ada di situ dari lima tahunan mengevaluasi. menilai dan memilih kembali.
Kedua kita berharap terjaganya supremasi hukum dan keadilan. Hasil dari pemilu itu semakin memperkuat semangat solidaritas di antara kita.
Pemahaman di antara kita, kematangan berdemokrasi.
Apa yang harus kita hindari adalah perpecahan. Pemilu itu wajib tapi apalah artinya kalau mengajarkan kepastian perpecahan bangsa.
Itu yang saya katakan untuk apa bikin pemilu, tetapi bukan dalam pendekatan aspek literlek begitu.
Ini sebuah dasar pemahaman. Jadi jangan kita korbankan bangsa Indonesia hanya karena sebuah sirkulasi sistem yang kita adopsi untuk melaksanakan pemilu.
Lebih mahal yang ini, bangun keberadaan eksistensi demokrasi bangsa ini. Pemilu dilakukan karena kita menganut sistem demokrasi tadi.
Pemahaman ini yang harusnya kita terus bangun kesadaran publik. Tapi kalau orang titlenya sudah profesor, doktor nggak ngerti juga pemahaman seperti ini, itu saya sayangkan juga.
Perjalanan pemilu yg membanggakan bagi kita karena hasil dari Pemilu semakin memperkuat semangat, solidaritas di antara kita, pemahaman di antara kita, kematangan berdemokrasi di antara kita. Itu gol-gol besar kita.
Apanya harus kita hindari?
Perpecahan. Ya kan, bukan kita tidak mau pemilu, wajib itu pemilu. Tapi apalah artinya pemilu klo melancarkan kepastian perpecahan bangsa. Itu yg saya katakan untuk apa bikin pemilu, tapi bukan dalam pendekatan aspek liter leg (cek) begitu. Ini sebuah dasar pemahaman yg menggugah.
Mungkin dalam pemahaman yg amat singkat diartikan ah nih org ketua umumnya bilang untuk apa Pemilu, bukan itu. Pemilu itu aktifitas (cek) tapi untuk apa kita melaksanakan pemilu klo memastikan itu akan terjadinya perpecahan bangsa. Itu sama-sama harus kita hindarkan.
Artinya jangan kita korbankan Indonesia dari satu bangsa dan negara yg kita miliki hanya karena sebuah sirkulasi sistem yg kita adopsi ya untuk melaksanakan pemilu. Lebih mahal lagi dengan ini, bangun keberadaan eksistensi negeri dan Bangsa ini yah.
Demokrasi itu harus sebagai suatu sistem, Pemilu dilakukan karena kita menganut sistem demokrasi tadi, maka terjadi pemilu. Demokrasi itu bukan tujuan kita, dia hanya alat untuk mengantarkan tujuan-tujuan yang kita capai.
Pemahaman inilah yang harus terus-menerus kita bangun kesadaran publik ya kan. Bahkan klo masyarakat kurang memahami pada grassroot, org awam itu bisa saya pahami. Tapi klo tingkat profesor, doktor, titel dia aja gak ngerti seperti ini, ya itu saya sayangkan juga yah, sayang gitu.
Terkait dengan kampanye kadang-kadang orang membawa identitas politik menyalahkan yang lain, menyerang yang lain, apa harapan Bang Surya supaya bangsa ini tidak terpecah belah. Apakah ada ajakan untuk tokoh-tokoh parpol ya kita bikin semacam kode etik walaupun itu sudah diatur di peraturan KPU?
Berulang kembali bagi kita sebagai peserta pemilu, sebagai elite bangsa ini. Seluruh peraturan perundang-undangan, seluruh term on conduct yang kita miliki gak ada arti apa-apa.
Ketika di sana tidak diiringi oleh satu konsistensi, sikap ucapan dan perbuatan kita. Kita selalu mengatakan kita jauhkan kerusuhan, mari kita berdamai, jangan pemilu ini terpecah belah, tapi dia tidak dimaknai dengan ketulusan dan semangat.
Dan hadirnya juga budaya malu sebagai suatu asas kepantasan dan kepatutan untuk saling menjaga. Kalau ini bisa terjaga dengan komitmen yg mengikat pada diri masing- masing dengan perilaku dan otoritasnya dimiliki oleh para elite bangsa ini, saya pikir itu akan terjaga dengan sendirinya.
Tapi kalau mentalitas para elite-nya dia ngomong doang katanya. Dia bicara sana, bicara sini, praktek spirit dan semangatnya jujur dimulai oleh dirinya, itu tidak tercerminkan pada perbuatan. Apapun peraturan perundang-undangan itu gak ada gunanya.(*)