Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Penganiayaan yang Tewaskan Santri Gontor, Orang Tua Batal Laporkan Pihak Pesantren ke Polisi

Pengacara mengatakan setelah diamati, kasus ini terjadi karena kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi pihak Ponpes Gontor dengan keluarga korban.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kasus Penganiayaan yang Tewaskan Santri Gontor, Orang Tua Batal Laporkan Pihak Pesantren ke Polisi
TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang tua korban penganiayaan santri Gontor batal melaporkan pesantren ke polisi terkait dugaan pemalsuan surat kematian.

Alasannya, mereka tidak memiliki cukup bukti untuk membuat laporan itu.

Pernyataan itu disampaikan kuasa hukum orang tua korban, Titis Rahmawati saat mendatangi Mapolres Ponorogo, Kamis (15/9/2022).

"Keluarga sudah putuskan untuk tidak melaporkan pesantren, karena bukti tidak cukup," ujarnya.

Titis mengatakan setelah diamati, kasus ini terjadi karena kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi antara pihak Ponpes Gontor dengan keluarga korban.

"Setelah kita mengambil rekam medik dari pihak Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor otomatis kan itu wilayah mereka, jadi kita sowan ke sana," ucap dia dalam keterangannya, Jumat (16/9/2022), seperti dikutip Kompas.com

Titis bersama tim juga melihat seluruh kegiatan Ponpes hingga ke tempat kejadian perkara (TKP) serta bertemu dengan beberapa santri.

Berita Rekomendasi

Sambil melakukan pengamatan, Titis juga berkali-kali berkomunikasi dengan ibu AM di Palembang via telepon.

Baca juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga Minta Pesantren Gontor Ciptakan Tempat Belajar Ramah Anak

"Jadi kita setelah komunikasi dengan klien kami di Palembang. Saat ini kita putuskan tidak akan melaporkan pihak ponpes karena menurut kami itu adalah suatu miss atau ibaratnya terjadi kesalahpahaman komunikasi antara pihak keluarga dengan pihak ponpes gitu," tutur Titis.

Menurut Titis, pihaknya akan mengedepankan jalur mediasi.

Sedangkan 2 tersangka, saat ini sudah berada di jalur hukum dan diterapkan juga undang-undang (UU) anak.

"Kita juga akan membantu, mereka adalah anak-anak yang masih punya masa depan," jelas Titis.

Titis menambahkan selama kasus ini bergulir, pihak keluarga korban maupun dirinya belum pernah ke Ponpes Gontor.

Alhasil, banyak miss komunikasi yang terjadi setelah apa yang disampaikan dan melihat fakta secara langsung.

"Maka kami yang justru merasa miss gitu, sebenarnya tidak ada hal-hal yang ditutupi dan tidak ada hal-hal yang membuat ponpes lalai," tutur dia.

Terkait soal surat kematian, sambung dia, ketika dokter datang menerima kondisi jenazah korban dan dibawa ke Palembang, saat itu dokter juga tidak melakukan visum.

"Jadi tidak ada niat Ponpes Gontor maupun rumah sakit untuk memanipulasi seperti itu," tegas Titis.

Ditanya soal komunikasi antara Soimah ibu korban dengan pihak Ponpes Gontor, dia mengaku, saat itu Soimah berkomunikasi dengan pihak Gontor melalui orang lain.

Mungkin, karena melalui orang lain menimbulkan penyampaian yang kurang tepat.

"Jadi penyampaiannya kurang tepat, ada miss. Kita disini meluruskan semua gitu," ungkap Titis.

Saat ini, lanjut Titis, pihaknya masih mengawal secara proses hukum. Namun untuk melaporkan Ponpes Gontor, diputuskan tidak akan melakukan penuntutan.

"Karena tidak ada dasar hukum kami melakukan penuntutan, setelah kami melihat fakta-faktanya tidak ada dasar kami melakukan penuntutan," pungkas Titis.

Kronologi dan motif

Kasus santri Gontor berinisial AM (17) yang tewas dianiaya memasuki babak baru.

Polisi telah menetapkan 2 senior korban sendiri menjadi tersangka penganiayaan.

Identitas mereka MFA (18) asal Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat dan IH (17) asal Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung.

Sementara motif kasus ini dipicu masalah ada peralatan kemah yang rusak dan hilang.

Kini kedua tersangka terancam dipenjara 15 tahun akibat perbuatannya.

Kronologi kejadian

Kasus ini bermula saat santri dari Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) menggelar perkemahan kamis malam Jumat (Perkajum).

Dalam gelaran tersebut, korban AM dan temannya yang lain RM dan NS menjadi panitia acara.

Perkajum sendiri diadakan di 2 lokasi berbeda pada 11-12 Agustus 2020 dan 18-19 Agustus 2022.

Setelah selesai acara, semua peralatan perkemahan dikembalikan ke pondok di bagian perlengkapan.

MFA kemudian membuat surat panggilan yang ditujukan ke AM, RM dan NS pada Senin (22/8/2022) pukul 06.00 WIB.

Ia meminta ketiganya untuk menghadap di Gedung 17 lantai 3 komplek PMDG 1.

Saat tiba di ruangan, sudah ada IH selaku Ketua Perlengkapan II.

Sementara maksud pemanggilan untuk evaluasi barang perlengkapan Perkajum yang hilang dan rusak.

MFA dan HI lalu menganiaya ketiga juniornya dengan dalih sebagai hukuman.

Baca juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga Minta Pesantren Gontor Ciptakan Tempat Belajar Ramah Anak

Polres Ponorogo melakukan olah TKP kasus dugaan penganiayaan hingga menyebabkan kematian seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo, Selasa (6/9/2022). Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, mulai dari pentungan, minyak kayu putih, air mineral, hingga becak.
Polres Ponorogo melakukan olah TKP kasus dugaan penganiayaan hingga menyebabkan kematian seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo, Selasa (6/9/2022). Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, mulai dari pentungan, minyak kayu putih, air mineral, hingga becak. (TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra)

Korban dipukul dengan tongkat pramuka dan tangan kosong.

Pada saat itu korban AM mendapat tendangan dan pukulan di bagian dadanya dari dua tersangka.

Akibatnya, ia tumbang tidak sadarkan diri.

AM lalu dibawa menggunakan becak untuk mendapatkan perawatan di RS Yasyfin Pondok Gontor oleh MFA dan rekannya yang lain.

Nasib berkata lain, AM yang belum sempat mendapatkan pertolongan medis kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Pihak pondok mengabarkan tewasnya AM kepada keluarga korban pada Senin (22/8/2022) sekira pukul 10.00 WIB.

Keesokan harinya jenazah korban dibawa ke kampung halaman AM di Palembang, Sumatera Selatan.

Tewasnya AM mulai menjadi bahan perbincangan publik saat ibunya, Soimah mengadu ke pengacara kondang Hotman Paris pada Minggu (4/9/2022).

Sehari setelahnya pihak pondok baru melaporkan kejadian ini ke polisi.

Dalam kasus ini, korban lain RM dan NS juga harus menerima perawatan medis karena menderita sejumlah luka.

Baca juga: KPAI Minta Pondok Pesantren Gontor Ikut Bertanggung Jawab terkait Kasus Kekerasan terhadap Santri

Motif penganiayaan

Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo
Gerbang menuju Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), Ponorogo, Jawa Timur. (TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra)

Direskrimum Polda Jatim, Kombespol Totok Suharyanto menjelaskan, motif penganiayaan ini karena MFA dan HI tidak terima kepada para korban.

Ketiganya diketahui sudah merusak dan menghilangkan perlengkapan Perkajum.

"Korban telah menghilangkan perlengkapan dalam acara kegiatan perkemahan kemudian dilakukan pemukulan oleh kedua tersangka," ucap Totok.

Totok melanjutkan, tersangka MFA sudah ditahan atas kasus ini, sementara HI dititipkan ke dinas sosial karena masih di bawah umur.

Kedua tersangka dijerat pasal 80 ayat (3) jo pasal 76c undang-undang republik indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau pasal 170 ayat (2) ke 3e KUHP.

Dengan ancaman 15 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar.

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)(TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra Sakti)(Kompas.com/Muhlis Al Alawi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas