Optimalisasi Pemanfaatan Pupuk Ber-SNI, Jamin Kualitas dan Tingkatkan Produksi Pangan Nasional
Menetapkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) pada produk pupuk yang beredar di pasaran jamin kualitas dan tingkatkan produksi pangan nasional.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Arif Fajar Nasucha
Ade menambahkan bahwa PT Pupuk Indonesia (Persero) yang menaungi Pupuk Kujang pun sempat memberikan sosialisasi mengenai kombinasi antara pupuk organik dan kimia melalui istilah 532.
Ini dilakukan agar pada saat yang sama, kondisi tanah selalu terjaga dan nutrisi yang diperoleh tanaman pun tetap terpenuhi.
"Makanya Pupuk Indonesia sempat pernah mensosialisasikan istilah 532, 532 ini adalah kombinasi, 500 kilo per hektar itu pupuk organik, 300 itu pupuk Urea per hektar, dan 200 itu pupuk NPK per hektar," pungkas Ade.
Sementara itu, SVP Operasi PT Pupuk Sriwidjadja (Pusri) Palembang, Andri Azmi mengatakan bahwa terkait dengan kualitas pupuk Urea dan NPK pada saat sebelum dan sesudah tersertifikasi SNI, tidak jauh berbeda.
"Namun ketika kita bersertifikasi SNI, maka pola produksi kita, mulai dari penerimaan bahan baku, pengolahan bahan baku, proses produksi hingga penyaluran, itu betul-betul diatur oleh sistem manajemen yang terkontrol dengan baik. Maka ketika kita sudah bersertifikasi SNI, itu kualitas yang sudah baik itu akan selalu terjaga," tegas Andri.
Terkait jumlah penjualan saat produk telah memiliki 'label SNI' ini, ia pun mengakui memang terjadi peningkatan karena adanya kepercayaan dari konsumen.
"Di sisi penjualan, sebenarnya ketika setelah ber-SNI, dari sisi komersil ini meningkat, pasti ada peningkatan karena trust dari konsumen akan bertambah," tutur Andri.
Ia menuturkan bahwa dari penjualan 2,2 juta ton pada 2020, 50 persen atau sekitar 1,2 juta merupakan pupuk subsidi.
"Kemudian sekitar 630-an (juta ton) itu untuk non-subsidi dalam negeri, kemudian kita ada ekspor sekitar 300-an (juta ton)," papar Andri.
Untuk lebih menggaungkan penggunaan pupuk tersertikasi SNI, Hendro pun menekankan bahwa BSN telah melakukan sosialisasi, namun masih terbatas pada Usaha Kecil Menengah (UKM), bukan kelompok tani.
Padahal kelompok tani memiliki peranan penting dalam memastikan terjaganya produksi pangan demi meningkatkan ketahanan pangan nasional.
"Tapi memang masih terbatas di UKM-nya, belum sampai pada petani, itu belum sampai ke sana. Masih di level BSN membuat flyer, kemudian menginformasikan di website BSN, social media BSN, itu kita sosialisasikan," jelas Hendro.
Ia pun menyadari bahwa perlu adanya upaya yang lebih besar untuk bisa menjangkau kelompok tani.
"Tapi memang mungkin kita perlu melakukan upaya yang lebih tinggi lagi, agar sampai ke kelompok tani," kata Hendro.
Hendro pun menyampaikan bahwa beberapa waktu lalu, pihaknya melakukan audiensi dengan Kementerian Pertanian terkait standarisasi dan kesesuaian untuk mendukung tata kelola pertanian nasional.
"(Ini terkait) SNI yang sudah ada di pertanian itu apa saja? Bagaimana menggalakkan pemanfaatannya dan bagaimana pembinaannya," jelas Hendro.
Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa pengembangan produk tersertifikasi SNI serta sosialisasinya sangat memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak.
"Jadi memang seluruh upaya yang diperlukan, kami akan terus melakukan tidak hanya melalui BSN, tapi juga sinergi kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Tidak hanya dengan pemerintah, tapi juga pelaku usaha seperti kita menggandeng pelaku industri pupuk," papar Hendro.
Ia pun menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada sinergi lanjutan dengan produsen pupuk untuk melakukan sosialisasi yang menyasar sentra industri pertanian.
"Mungkin di waktu-waktu tertentu, kami dengan sinergi di masing-masing pelaku usaha produsen pupuk, melakukan sosialisasi ke sentra-sentra industri pertanian yang katakanlah daerah penghasil beras, daerah penghasil apa saja yang sesuai dengan konteks penerapan dari SNI pupuk," pungkas Hendro.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.