Pengamat: Terlalu Spekulatif Jika Polemik KSAD Dudung-Effendi Pengaruhi Peluang Jadi Panglima TNI
Khairul Fahmi berpendapat secara normatif semua kepala staf punya peluang yang sama untuk menjadi Panglima TNI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa diketahui akan memasuki masa pensiun akhir tahun ini.
Secara normatif, saat ini hanya ada tiga Perwira Tinggi TNI yang berpeluang menggantikannya yakni KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono, dan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.
Namun demikian, belakangan muncul polemik antara Dudung dengan Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon.
Terkini, Effendi telah meminta maaf secara terbuka di ruang Fraksi PDIP Kompleks Parlemen Senayan Jakarta terkait pernyataannya tenrang TNI yang memicu protes dari sejumlah prajurit TNI AD melalui media sosial.
Sehari setelahnya, Dudung menggelar konferensi pers di Markas Besar TNI Angkatan Darat Jakarta Pusat dan menyatakan jajarannya telah memaafkan Effendi.
Keduanya juga telah bersedia untuk melakukan pertemuan.
Kemudian muncul pertanyaan apakah polemik tersebut akan mempengaruhi peluang Dudung untuk diusulkan Presiden menjadi Panglima TNI menggantikan Andika.
Menjawab pertanyaan tersebut, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpendapat secara normatif semua kepala staf punya peluang yang sama untuk menjadi Panglima TNI.
Namun demikian, kata dia, hal tersebut juga bisa berubah jika terjadi pergantian kepala staf sebelum pergantian Panglima.
Dengan begitu, lanjut dia, baik kepala staf yang baru maupun yang lama, semua sama-sama berpeluang.
Menurutnya, polemik tersebut ada atau tidak, tetap saja Panglima TNI hanya akan dipilih dari kepala staf yang sedang menjabat atau mantan kepala staf yang masih dalam masa dinas keprajuritan.
Baca juga: Effendi Simbolon Ngaku Diteror, Teleponnya Berdering 24 Jam, Alamat Rumahnya Viral di Medsos
"Nah karena pengusulan itu sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden, menurut saya terlalu spekulatif jika ada yang mengatakan bahwa polemik ini akan sampai mempengaruhi secara signifikan, besar kecilnya peluang untuk diusulkan Presiden," kata Fahmi ketika dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (16/9/2022).
Menurutnya ada banyak aspek dan kepentingan nasional yang bakal jadi pertimbangan Presiden.