KPK Segera Kirim Surat Pemanggilan Kedua untuk Gubernur Papua Lukas Enembe
KPK segera melayangkan surat pemanggilan kedua terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dalam rangka penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melayangkan surat pemanggilan kedua terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dalam rangka penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Hal itu dilakukan lantaran Lukas Enembe mangkir dari pemeriksaan pada 12 September 2022 di Mako Brimob Polda Papua.
Pemeriksaan Lukas Enembe sebagai tersangka itu diwakili kuasa hukumnya, Stephanus Roy Rening.
"Masalah pemanggilan LE (Lukas Enembe) ini baru satu kali sebagai tersangka nanti mudah-mudahan di minggu ini akan dilayangkan untuk pemanggilan minggu berikutnya," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (20/9/2022).
Karyoto menekankan jika pemanggilan pemeriksaan terhadap Lukas menjadi kewajiban KPK untuk melanjutkan proses hukum yang sedang dilakukan.
Sebelumnya, KPK membenarkan telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Baca juga: KPK Akui Tengah Usut Banyak Kasus Korupsi Libatkan Lukas Enembe
Dia menjadi tersangka berdasarkan aduan dari masyarakat.
Lembaga antikorupsi menegaskan penetapan tersangka ini adalah murni sebagai penegakan hukum.
Dimana, KPK telah mengantongi bukti cukup untuk menjerat Politikus Partai Demokrat itu sebagai tersangka.
Selain itu, KPK juga telah mencegah Lukas bepergian ke luar negeri melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham atas permintaan KPK.
Baca juga: Pengacara Lukas Enembe: Pak Mahfud MD Jangan Perkeruh Situasi Papua
Ia dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung mulai 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga sudah memblokir rekening milik Lukas Enembe dan pihak-pihak yang terkait.
Pemblokiran dilakukan karena PPATK menemukan ada transaksi keuangan yang janggal atau mencurigakan hingga miliaran rupiah.