DPR Sahkan UU Perlindungan Data Pribadi, Pelanggar Diancam Hukuman Hingga Rp 6 Miliar
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate menyebut sanksi bagi pelanggar UU PDP itu bervariasi berdasarkan tingkat kesalahan
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) diancam dengan hukuman denda antara Rp4 miliar hingga 6 miliar.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate menyebut sanksi bagi pelanggar UU PDP itu bervariasi berdasarkan tingkat kesalahan.
Hal itu berdasarkan aturan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam draf UU PDP.
Ketentuan pidana dalam UU PDP itu masuk dalam Bab XIV Pasal 67 hingga Pasal 73.
Baca juga: Disahkannya UU PDP Bisa Membuat Konsumen Semakin Nyaman Bertransaksi Digital
"Dia bervariasi dari tingkat kesalahan, mulai hukuman badan 4 tahun sampai 6 tahun pidana, maupun hukuman denda 4 miliar sampai 6 miliar setiap kejadian," kata Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9).
Sementara itu, sanksi administratif diatur dalam Bab VIII Pasal 57.
Sanksi administratif berupa denda administratif paling yinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.
"Dan apabila terjadi kesalahan maka dikenakan sanksi sebesar dua persen dari total pendapatan tahunannya dan bervariasi di situ," ujar Plate.
"Namun apabila ada korporasi orang-orang dan korporasi yang menggunakan data pribadi secara ilegal, maka sanksinya jauh lebih berat berupa perampasan seluruh kegiatannya yang terkait dengan manfaat ekonomi atas data pribadi dimaksud kalau ilegal," lanjutnya.
DPR RI kemarin resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi Undang-Undang.
Pengesahan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa Persidangan Tahun Sidang 2022-2023, yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus, pada Selasa (20/9).
Awalnya, Ketua Panja RUU PDP Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU PDP yang dilaksanakan di Komisi I DPR RI.
Kharis menyebut, Komisi I DPR RI telah menyerap aspirasi dari para pakar, akademisi dan LSM untuk mendapat masukan terkait dasar-dasar filosofis, sosisologi dan yuridis terhadap materi Muatan yang terdapat dalam RUU Perlindungan Data Pribadi.
"Selanjutnya Komisi DPR RI mulai pembahasn terhadap RUU Perlindungan Data Pribadi bersama pemerintah dalam raker yang mulai dilaksnakan 25 Februari 2020 dilanjutlan dengan pembahasan tingkat panja, tim perumus dan tim sinkronisasi," kata Kharis di Ruang Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta.