ASPADIN Sebut Tak Punya Standar Masa Pakai Galon AMDK, Abaikan Risiko Kesehatan Konsumen
Tidak terdapatnya kontrol pasca produksi AMDK galon keluar dari pabrik ini bahkan diakui terang-terangan oleh Ketua Umum ASPADIN.
Penulis: Anniza Kemala
Editor: Bardjan
Tidak terdapat pula pihak yang menggugat nihilnya kontrol terhadap galon yang terpapar matahari, terguncang atau terbentur selama pengangkutan, serta saat dipajang di tempat-tempat penjualan sebelum dikonsumsi masyarakat selama ini.
Pengabaian ini menjadi hal yang berbahaya dan sudah berlangsung terlalu lama. Sekarang, pihak industri seolah terbangun dari tidur setelah BPOM berencana mengeluarkan regulasi pelabelan galon demi kepentingan masyarakat luas.
Regulasi BPOM bukan untuk kepentingan persaingan bisnis
Di tengah perdebatan terkait galon AMDK ini, ASPADIN menjadi penentang utama dari regulasi yang dirancang oleh BPOM. Penolakan mereka didasari oleh argumen bahwa aturan pelabelan BPOM akan merugikan bisnis AMDK galon guna ulang yang selama puluhan tahun tak pernah diusik.
“Kami mohon kepada BPOM untuk tidak mengeluarkan aturan (pelabelan) ini. Kehidupan (bisnis) kami terancam dengan draf aturan ini,” kata Rachmat Hidayat tegas.
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa bagi pengusaha AMDK galon guna ulang, menjaga bisnis mereka tampak jauh lebih penting daripada menjaga kesehatan jutaan masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen dari galon AMDK.
Karena itulah, mereka juga banyak melontarkan dalih untuk mengalihkan persoalan bahaya BPA, termasuk dengan tudingan tentang adanya motif bisnis di balik isu BPA pada galon guna ulang. Secara tidak langsung, tudingan ini menunjukkan bahwa penguasa pasar AMDK galon guna ulang tak menyukai adanya persaingan usaha yang berpotensi menggerogoti bisnisnya.
Merespons hal tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Olahan BPOM Rita Endang membantah tudingan bahwa revisi aturan label pangan memiliki kaitan dengan kepentingan persaingan usaha.
Bantahan ini pun diperkuat dengan pernyataan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menolak adanya kaitan antara aturan label kemasan galon guna ulang dengan persaingan bisnis.
“Ada surat resmi KPPU kepada BPOM bahwa tidak ada unsur persaingan usaha. Pengaturan BPA pada kemasan itu untuk kepentingan kesehatan dan keamanan produk yang menjadi kewenangan BPOM,” ujar Rita Endang.
Ia juga menegaskan kepada seluruh pihak yang menolak regulasi pelabelan galon guna ulang, bahwa sudah menjadi kewajiban BPOM selaku institusi pemerintah untuk melindungi masyarakat.
“Tugas dan fungsi BPOM adalah menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria keamanan, mutu, label, dan iklan pangan. Galon polikarbonat tersusun dari polimer BPA yang berpotensi menyebabkan migrasi BPA dalam air,” kata Rita.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi pun menekankan bahwa keamanan pangan merupakan hak asasi bagi warga negara dan konsumen.
"Tidak ada kompromi untuk itu, karena keamanan pangan adalah hal yang mendasar," paparnya.