Kasus Dugaan Pemerkosaan oleh WN China Dihentikan, Korban: Terlapor Belum Pernah Diperiksa
Bukti-bukti soal adanya dugaan pemerkosaan sudah lengkap dan diserahkan kepada pihak penyidik Polda Metro Jaya.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang wanita berinisial L menyurati Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto atas kasus dugaan pemerkosaan oleh Warga Negara China berinisial K yang saat ini dia klaim dihentikan Polda Metro Jaya.
Padahal, sebelumnya L mendapat informasi jika kasus tersebut statusnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
"Saya menyurati Kabareskrim Polri juga, yang sekarang ada di Karowassidik, jadi kita semua jalankan secara paralel, dari sisi kepolisiannya juga kita menyurati, bersurat ke Mabes Polri dan sekarang ada di Karowassidik," kata L kepada Tribunnews.com, Senin (26/9/2022).
Baca juga: Korban Pemerkosaan Berisiko Tinggi HIV AIDS, Dokter Jelaskan Penyebabnya
Dia mempertanyakan kasus tersebut dihentikan pihak kepolisian. Padahal, terlapor sendiri belum pernah dilakukan pemeriksaan.
Selain itu, L menyebut bukti-bukti soal adanya dugaan pemerkosaan sudah lengkap dan diserahkan kepada pihak penyidik Polda Metro Jaya.
"Intinya isi surat itu kita menyatakan adanya kasus ini, kita laporin di Polda tapi sebelumnya kita berpekara di Polres Jakarta Barat yang memang tidak dibuatkan laporan, sempat mandek di sana, kemudian jalan karena saya push, kemudian di situ saya mendapatkan intimidasi di situ saya jelasin, kemudian dipersulit juga," ucapnya.
"Sampai akhirnya dipaksa damai, ada buktinya diancam, saya ada buktinya semua," sambungnya.
Selain itu, L juga menggugat Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk kembali memeriksa hasil gelar perkara hingga kasusnya dihentikan oleh jajaran Polda Metro Jaya.
Adapun gugatan tersebut teregister di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 678/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL.
Meski gugatan perdata tersebut dilanjutkan ke pokok perkara, L mengakui jika isi dalam gugatan tersebut keliru.
Namun, nasib baik tidak berada dipihaknya. Saat ingin merubah isi gugatan, pihak kuasa hukumnya tidak menggubris permintaanya.
"Tapi hukum perdata itu kan mengacu kepada formilnya gugatan itu kan, tapi menurut lawyer yang saya konsultasi aja bukan lawyer saya, bilang isi gugatanya itu cacat formil. Jadi percuma jika kita masuk ke pokok perkara, buktinya kuat tapi isi gugatannya itu gagal lah, ya buat apa," tuturnya.
Di sisi lain, korban juga menggugat pelaku dengan tujuan agar pelaku bisa membayar ganti rugi sebesar Rp10 miliar secara imateril dan Rp1,5 miliar secara materil.
Gugatan itu teregister di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor 558/Pdt.G/2022/PN Jkt.utr.
"Saya dua tahun loh susah kerja saya, saya jadi cacat, emang nggak keliatan. Pelapor ngomong gini, udah lah itu kan ga keliatan, yaudah alat kelamin dia aja saya belek kan ga keliatan, kan nggak bisa gitu dong," tuturnya.
Baca juga: Lima Napi Anak Kabur dari Lapas Banda Aceh, Merupakan Terpidana Pencurian Pemerkosaan dan Narkoba
Untuk informasi, L menjadi korban pemerkosaan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh pria WN China berinisial K. Ia sempat menyambangi Unit PPA Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (20/6/2022).
Peristiwa pilu yang dialami L terjadi pada Juli 2020. Korban mengaku bahwa perkenalannya dengan terduga pelaku mengaku berwal dari salang sapa di media sosial selama 4 bulan.
"Yang kita laporkan warga negara asal China yang sedang kerja di perusahaan telekomunikasi. Kenapa bisa terjadi (pemerkosaan dan kekerasan) mungkin korban terlalu percaya pada orang, terlalu menyepelekan, sehingga tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini," kata pengacara L, Prabowo Febriyanto saat itu di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Peristiwa dugaan kekerasan seksual itu berawal saat korban dan pelaku hendak berjanjian untuk makan di sebuah restoran. Namun, pelaku disebut menolak untuk makan di luar dan beralasan saat itu penularan Covid-19 sedang tinggi saat itu.
Atas alasan itu, K mengajak L untuk diundang datang makan di apartemennya yang berlokasi di Jakarta Barat.
Setibanya di apartemen pelaku, korban dipaksa untuk melakukan persetubuhan hingga mengalami sejumlah kekerasan.
Prabowo menyebut kliennya menderita sejumlah luka di area kewanitaan akibat kekerasan itu.
"Jadi pertama korban diduga mengalami kekerasan atau dipaksa bersetubuh sehingga korban mengalami luka robek di bagian kewanitaan yang menimbulkan trauma. Divisum juga ada beberapa luka fisik," ujar Prabowo.
Singkatnya, L mengaku trauma atas kejadian pilu yang menimpanya. Korban sempat melakukan upaya hukum yang dengan berniat melaporkan pelaku di Polres Metro Jakarta Barat.
Baca juga: Wamenkumham Sebut Pemerkosaan dan Pemaksaan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS Karena Sudah Diatur di RKUHP
Bukannya direspons baik, L justru mendapat balasan ancaman dari pihak pelaku.
"Saya juga mau infokan ke publik, saya sempat terima pesan teks dari terlapor tapi diwakili kuasa hukumnya. Saya diminta menghentikan kasusnya dan saat itu belum laporan, baru info ke penyidik di level polres. Saya disuruh cabut laporannya. Kalau nggak, saya diancam akan dilaporkan balik," kata L saat ditemui wartawan.
Hingga kini, L terus mempertanyakan progres penyelidikan kasus yang ditangani di Polda Metro Jaya. Korban melampirkan sejumlah bukti di antaranya hasil visum hingga riwayat percakapan dengan pelaku saat sebelum dan sesudah peristiwa kekerasan seksual itu terjadi.
"Penyidik juga klarifikasi ke pelapor rekam medis saat jahit luka robek, bukti petunjuk TKP, chat semua sudah kita kasih semua ke penyidik dan di sini menang harapan kita penyidik berempati dan memiliki perspektif dari korban," tutur Prabowo.
Laporan dari korban ini telah terdaftar dengan nomor LP/B/1695/IV/2022/SPKT/IV/POLDA METRO JAYA atas dugaan Pasal 285 KUHP tentang kekerasan seksual.
Pihak pelapor berharap, kasus ini agar cepat berproses untuk naik ke penyidikan karena sempat tersiar kabar bahwa terlapor K sempat mangkir dari panggilan pemeriksaan.
"Kita harap penyidik segera menjalankan upaya hukum agar ini cepat berjalan kalau ditetapkan tersangka ya segera karena menurut kami semua bukti sudah jelas. Di UU TPKS kan cukup satu alat bukti. Yang diperbarui ini kan sudah disahkan satu alat bukti dan memperoleh keyakinan telah ada tindakan pidana," tutur Prabowo.