LMHKN Kembali Datangi KPK, Pertanyakan Tindak Lanjut Laporan Dugaan Korupsi Rp 2,2 T di Biak Numfor
LMHKN datangi KPK untuk menanyakan tindak lanjut laporannya terkait temuan tindak pidana korupsi senilai Rp 2,2 triliun di Kabupaten Biak Numfor.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Monitoring Hukum dan Keuangan Negara (LMHKN) Kabupaten Biak Numfor kembali mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/10/2022).
Kedatangan LMHKN bertujuan untuk menanyakan tindak lanjut laporannya terkait temuan tindak pidana korupsi senilai Rp 2,2 triliun di Kabupaten Biak Numfor.
Baca juga: Direksi Bertanggungjawab Mengganti Kerugian di BUMN jika Tidak Lakukan Pencegahan Korupsi
"Kami tadi mengonfirmasi perihal permasalahan yang ada di Biak Numfor yang waktu itu kami melakukan aksi di KPK," ujar perwakilan LMHKN Joey Nicolas Lawalata kepada wartawan, Senin.
Ia sengaja menanyakan tindak lanjut ke KPK lantaran setelah pihaknya menggelar aksi pada Agustus lalu, mereka dipanggil panitia khusus DPRD Biak Numfor belum lama ini.
Adapun setelah bertanya ke KPK, Joey menerangkan bahwa pihak lembaga antirasuah tersebut benar telah menerima laporan masyarakat soal dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp 2,2 triliun di Biak Numfor.
KPK kata Joey, akan menindaklanjuti laporan tersebut. Salah satu bukti yang dikumpulkan adalah temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Ternyata benar, adanya laporan masyarakat sudah diterima KPK. KPK katanya akan menindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan. Sudah ada beberapa alat bukti yang dikantongi KPK. Khususnya yang terkait dengan temuan BPK RI dan sejumlah aset yang tidak diyakini kewajarannya," kata Joey.
Sebelumnya, massa yang tergabung dalam Lembaga Monitoring Hukum dan Keuangan Negara (LMHKN) berunjuk rasa di depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Unjuk rasa bertujuan untuk meminta KPK mengusut dugaan korupsi Rp2,2 triliun di Kabupaten Biak Numfor, Papua.
LMHKN menyebut angka ini bersumber dari pemeriksaan BPK dan diteruskan ke KPK untuk tindak lanjut.
Kerugian keuangan tersebut diduga terjadi karena adanya pengelolaan uang negara yang menyalahi aturan, dan terjadi di rentang tahun 2017-2021.