Tragedi Maut di Kanjuruhan Malang: Siapa Pemegang Kunci Tribun Stadion?
Berdasarkan uraian kronologi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pintu tribun stadion dalam kondisi terkunci usai pertandingan Persebaya vs Arema.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerusuhan mematikan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/1/2022) lalu.
Berdasarkan uraian kronologi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pintu tribun stadion dalam kondisi terkunci usai pertandingan Persebaya vs Arema.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menemukan adanya pihak yang mengunci pintu-pintu tribun tersebut.
"Ada (yang mengunci)," ujar Komisioner Kompolnas, Albertus Wahyurudhanto pada Selasa (4/10/2022).
Namun penguncian pintu tribun tersebut bukanlah perintah dari pihak Kepolisian.
"Kami konfirmasi ke Kapolres (Malang) bahwa tidak ada perintah untuk menutup pintu."
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Wakil Ketua MPR RI: Duka Mendalam dan Harus Diusut dengan Tuntas
Hingga kini, Kompolnas masih mencari pihak yang mengunci pintu tribun Stadion Kanjuruhan saat kerusuhan.
Akan tetapi, dirinya menduga pihak panitia pelaksana pertandingan yang bertanggung jawab terkait penguncian pintu itu.
"Secara logika yang pegang kunci adalah panpel (panitia pelaksana). Tidak mungkin polisi megang kunci."
Menurutnya, pintu tribun yang dikunci merupakan hal yang tak lazim dalam pengamanan usai pertandingan.
Semestinya 15 menit sebelum peluit panjang wasit berbunyi, seluruh akses ke luar stadion dibuka.
Sayangnya, begitu peluit panjang wasit berbunyi, para penonton kesulitan untuk ke luar stadion. Hal itu disebabkan hanya dua pintu yang terbuka.
Kemudian Kompolnas menemukan, tembakan peluru gas air mata memperparah kondisi pada saat itu.
"Menurut beberapa informasi, itu (gas air mata) yang menjadi pemicu kemudian orang berebutan untuk keluar pintu," kata Albertus.
Kapolda Jatim minta maaf
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menyampaikan permintaan maaf atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Irjen Nico meminta maaf karena ada kekurangan pada pengamanan di laga pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya Sabtu kemarin.
"Saya sebagai Kapolda ikut prihatin, menyesal, sekaligus minta maaf di dalam proses pengamanan yang berjalan ada kekurangan," kata Nico dalam konferensi pers, Selasa (4/10/2022) yang ditayangkan di YouTube KompasTv.
Atas insiden ini, pihaknya dan segenap jajaran termasuk panitia pelaksana (panpel) laga beserta PSSI akan melakukan evaluasi untuk ke depannya.
"Ke depan kami akan melakukan evaluasi bersama-sama panitia pelaksana, kemudian PSSI,"
Evaluasi ini diharapkan bisa membuat pertandingan sepakbola menjadi aman dan nyaman.
Baca juga: Presiden Jokowi akan Serahkan Santunan bagi Korban Tragedi Kanjuruhan
"Sehingga harapannya pertandingan sepakbola ke depan, pertandingan sepakbola yang aman, nyaman dan bisa menggerakkan ekonomi," tuturnya.
Irjen Nico mengatakan, pihaknya masih melakukan proses penyidikan terhadap insiden yang memakan 125 korban tewas ini.
"Kami akan melakukan penegakan hukum bagi siapa saja yang bersalah, proses ini sedang berjalan."
"Dan paling terakhir kami meminta doa, agar semua permasalahan ini bisa kita selesaikan bersama. Ini kota kita, ini tempat kita," tuturnya.
Sementara diberitakan sebelumnya, Irjen Nico mendapat desakan untuk dicopot dari jabatannya imbas tewasnya ratusan penonton di Stadion Kanjuruhan Malang ini.
Jenderal bintang dua itu diminta bertanggung jawab akibat insiden tersebut.
Desakan tersebut diutarakan oleh Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto saat dikonfirmasi, Selasa (4/10/2022).
"Sebagai Kapolda, Irjen Nico Afinta adalah penanggung jawab keamanan di wilayah Jawa Timur," kata Bambang Rukminto, Selasa (4/10/2022) sebagaimana dilansir Tribunnews.
Bambang Rukminto menuturkan insiden tewasnya 125 orang penonton melibatkan personel aparat kepolisian di bawah jajarannya.
Termasuk, personel dari lintas Polres dan satuan kewilayahan.
"Jadi tidak mungkin Kapolda tidak mengetahui pergerakan anggota dalam event tersebut."
"125 meninggal sia-sia dan menunjukan Kapolda tidak memiliki sense of crisis dan empati pada begitu banyaknya korban."
"125 nyawa hilang itu bukan sekedar angka statistik tetapi fakta bahwa sistem manajemen pengamanan tidak dilakukan dengan baik," katanya.
Penulis: Ashri Fadilla/Igman Ibrahim