Nasdem dan Demokrat Berpotensi Jadi Penonton Pilpres 2024? Berikut Analisisnya
Semua konsultan politik membenarkan faktor efek ekor jas (coattail effect) capres/cawapres akan dominan memengaruhi perolehan kursi di Pileg.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelas bulan menjelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2024, dinamika politik di dalam negeri masih sangat dinamis.
Terutama setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar Puan (LGP) Mochtar Mohamad menilai langkah Nasdem yang telah mendeklarasikan Capres 2024 penuh dengan resiko.
Alasannya, kata dia, pertama seharusnya partai politik bicara tiket capres melalui koalisi partai politik baru kemudian mengusung capres atau cawapres seperti yang dilakukan PDI Perjuangan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Gerindra-PKB.
Baca juga: Wacana Reshuffle, Demokrat Singgung Intimidasi ke Parpol Pengusung Capres
Kedua, saat ini Nasdem mempunyai 59 kursi legislatif dan telah mencalonkan Anies Baswedan sebagai capresnya, sedangkan untuk memenuhi presidential threshold butuh 115 kursi atau 20 persen kursi di DPR RI.
"Artinya butuh partai lain (berkoalisi). Anggap saja (koalisi Nasdem) mengarah ke Partai Demokrat yang punya 54 kursi dengan AHY sebagai capres atau cawapres. Ini pun kalau digabung baru 113 kursi sehingga belum cukup untuk mengusung capres karena kurang 2 kursi," ujar Mochtar Mohamad, Jumat (14/10/2022).
Alasan ketiga, kata dia, Nasdem dan Demokrat masih butuh satu partai untuk melengkapi presidential threshold 115 kursi dan mengarah ke PKS untuk melengkapinya.
"Pertanyaan muncul, PKS mendapat apa kalau capres-cawapresnya Anies-AHY?" tanya Mochtar.
Alasan keempat, menurut Mochtar, Pilpres 2024 kali dilaksanakan bersamaan dengan Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 pada 14 Februari 2024.
Semua konsultan politik membenarkan faktor efek ekor jas (coattail effect) capres/cawapres akan dominan memengaruhi perolehan kursi di Pileg atau kursi di DPRD/DPRD.
"Akibatnya, bisa saja PKS tidak lolos di parliamentary threshold 4 persen karena tidak mengusung kadernya di capres atau cawapres 2024. Di sisi lain PKS mempersiapkan Salim Assegaf dan Ahmad Syaikhu sebagai calonnya," tandas Mochtar.
Kelima, bisa saja PKS akan mencari koalisi yang memungkinkan kadernya menjadi capres atau cawapres.
Peluang untuk PKS ini mengarah untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB dengan kalkulasi suara Golkar 85 kursi, PAN 44 kursi, PPP 19 kursi dan PKS 50 kursi sehingga total 198 kursi.
"BIsa jadi capresnya Airlangga Hartaro Ketua Umum Golkar dan Cawapresnya Achmad Syaikhu Presiden PKS dan partai Islam bisa berkumpul di koalisi ini," ujar dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.