Polri Dilanda Kasus Beruntun, Anggota DPR Wayan Sudirta Sebut Momentum Pas untuk Benahi Polri
Menurut Sudirta, reformasi lanjutan Polri sangat perlu dilakukan dan momennya sangat tepat saat ini.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus beruntun yang datang silih berganti menimpa sejumlah petinggi Polri yang sedang diproses hukum karena diduga menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan merupakan momen yang pas untuk melakukan reformasi di tubuh Polri.
Demikian dikemukakan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, I Wayan Sudirta, SH, MH dalam keterangannya, Rabu (19/10/2022).
Walaupun ada sejumlah oknum petinggi Polri tertangkap dan diproses secara hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri menurun tajam namun Sudirta memandang dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit dan Presiden Joko Widodo, masih cukup tinggi.
"Jadinya, pada pundak Kapolri Listyo Sigit dan Presiden Joko Widodo lah masyarakat mengharapkan pembenahan Polri, yang oknum-oknumnya menyalahgunakan kewenangan dan jabatan untuk kepentingan pribadi," ujar Sudirta.
Baca juga: Talkshow Panggung Demokrasi 19 Oktober 2022: Jokowi Soroti Gaya Hidup Pejabat Polri
Pada tahun 2019, Komisi III DPR RI telah memberikan berbagai temuan tentang Polri antara lain kurangnya profesionalisme dan akuntabilitas yang sering melanggar ketentuan.
Seperti kurangnya sinergisitas penanganan perkara, lemahnya manajemen dan pengawasan penanganan perkara, seperti perkara yang dipetieskan, mengalami penundaan, kriminalisasi, citra Polri yang represif dan rentan pelanggaran HAM, tingginya pengaduan terkait penyalahgunaan kewenangan dan ‘’backing’’ kegiatan ilegal, maraknya pungutan liar, keterlibatan dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta kurang terukurnya pelaksanaan dan kebijakan sistem reformasi birokrasi.
Menurut Sudirta kurun waktu 2019-2022, temuan tersebut masih terjadi seperti gaya hidup mewah anggota Polri dan keluarganya, komunikasi publik yang cenderung memihak dan kurang obyektif serta kurang independen.
‘’Karena nyatanya tingkat kepercayaan masyarakat pada Presiden dan Kapolri masih cukup signifikan, pada pemimpin seperti beliau inilah masyarakat mengharapkan untuk melakukan kepemimpinan yang efektif dalam kerangka mereformasi kepolisian,’’ ujar Sudirta.
Sudirta menegaskan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang pernah pada angka 71,6 persen pada April 2022 merosot ke 54% pada Agustus 2022.
Tahun 2021 bulan November bahkan pernah 80,2%.
Menurut Sudirta, reformasi lanjutan Polri sangat perlu dilakukan dan momennya sangat tepat saat ini, ketika dukungan masyarakat yang menyorot kepolisian sangatlah kuat.
Munculnya ekses yang meledak dalam beberapa kasus oknum petinggi Polri tidak lain karena diskresi kepolisian sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf I dan pasal 18 ayat (1) UU Polri, dalam prakteknya berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan atau tidak sesuai prosedur, sehingga kontradiktif dengan asas keadilan dan kepastian hukum.
Sudirta yang selama duduk di Senayan, baik saat 10 tahun di DPD RI dan DPR RI, menegaskan cukup sering menerima aspirasi konstituen dan masyarakat yang mengeluhkan perilaku oknum-oknum polisi, yang hidupnya mewah, yang mempermainkan kasus, sampai diduga memanfaatkan kasus untuk memperoleh imbalan uang.
Menurut dia luasnya kewenangan dan peran yang diberikan ke Polri mengakibatkan penyalahgunaan kewenangan oknum tertentu yang angkanya ternyata cukup luas sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat atas integritas Polri secara umum.