Menkes Budi Gunadi Sadikin Perbolehkan Obat Sirup untuk Anak Penderita Epilepsi
Menkes Budi Gunadi Sadikin memperbolehkan penggunaan obat sirup untuk pengobatan penyakit kritis seperti misalnya epilepsi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya telah berbicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia mengenai sejumlah obat sirup untuk penyakit kritis.
Ia memperbolehkan penggunaan obat sirup untuk pengobatan penyakit kritis seperti misalnya epilepsi.
Sebelumnya, Kemenkes telah melarang sementara penggunaan obat batuk cair karena dikhawatirkan mengandung zat kimia berbahaya yakni EG (ethylene glycol-EG), DEG (diethylene glycol-DEG), dan EGBE.
“Jadi untuk obat sirup untuk menangani penyakit kritis kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” katanya dalam pernyataan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin, (24/10/2022).
Menurutnya bila obat sirup tersebut ikut dilarang maka akan menghambat penyembuhan pasien kritis.
“Ada beberapa obat sirup yang dibutuhkan untuk menyembuhan penyakit kritis seperti epilepsi dan sebagainya. Ini kalau dilarang anaknya bisa meninggal karena penyakit yang lain,”katanya.
Baca juga: Jumlah Anak Penderita Gangguan Ginjal Akut di Medan Menjadi 11 Orang, Begini Kata Bobby Nasution
Menurut Menkes sejak pemerintah melarang sementara penggunaan obat batuk sirup atau cair terdapat penurunan signifikan pasien gagal ginjal akut.
“Sejak kita berhentikan, kita amati ada penurunan drastis pasien yang masuk ke RS. Kalau tadinya RSCM itu penuh, satu ICU bisa diisi 2 atau 3 anak, sekarang penambahan barunya turun drastis,” katanya.
Sebelumnya Menkes mengatakan pihaknya menyimpulkan bahwa naiknya kasus gagal ginjal akut akibat zat kimia dalam obat obatan, setelah dilakukan penelitian melalui toksikologi dan biopsi pada korban meninggal.
Baca juga: Komisi IX DPR Dukung Usulan Puan soal Status KLB untuk Kasus Gagal Ginjal Akut kepada Anak
“Kita cek, 100 persen memang terjadi kerusakan ginjal sesuai ciri ciri yang disebabkan obat kimia ini,” kata Menkes.
Setelah itu pihaknya lalu mendatangi rumah korban, untuk memastikan adanya cairan kimia berbahaya yakni EG (ethylene glycol-EG), DEG (diethylene glycol-DEG), dan EGBE di dalam obat-obatan. Hasilnya dirumah pasien ditemukan sebagian besar obat obatan yang mengandung senyawa berbahaya tersebut.
“Dari situ kita simpulkan penyebabnya adalah obat obat komia yang merupakan cemaran dari pelarut obat itu,” katanya.
Baca juga: Fraksi Gerindra DPR Akan Panggil Menkes Minta Penjelasan soal Kasus Gagal Ginjal Akut
Setelah itu pihaknya kata Menkes mengumpulkan sejumlah obat-obatan yang beredar yang diduga mengandung zat zat tersebut untuk kemudian diteliti olah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Kita tutup 1.100 an lebih obat yang ada pelarutnya. Dari sini kita tunggu BPOM, BPOM melakulan penelitan dan nanti akan diumumkan obat obat yang pelarutnya itu bukan pelarut kimia, tapi mungkin air, nanti sore ini kita keluarkan surat untuk rilis. Ada 133 atau 150an yang memang pelarutnya tidak mengandung bahan berbahaya kita akan rilis,” katanya.