Pleidoi Eks Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya Selaku Terdakwa Kasus e-KTP: Saya Tidak Kenal Setya Novanto
Mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya mengaku tidak mengenal eks Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya mengaku tidak mengenal eks Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto.
Hal itu disampaikan Isnu saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/10/2022).
Isnu merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP).
"Saya tidak mengenal anggota dewan, tidak kenal Setya Novanto dan tidak kenal Josep Sumartono," kata Isnu dalam pleidoinya.
Isnu juga membantah terlibat dan tidak mengetahui perihal aliran uang dari Staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Josep Sumartono ke anggota dewan dan juga pejabat Kemendagri.
Baca juga: KPK Selisik Hasil Laporan Pemeriksaan LKPD Provinsi Sulsel dari Ketua DPRD
Dirinya juga membahas soal kerugian negara yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebesar Rp 2,3 triliun.
"Pengadilan harus membatalkan atau tidak menerima hasil perhitungan ini sebagai kerugian negara projek e-KTP tahun 2011-2013 karena banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh auditor BPKP," kata Isnu.
"Saya mohon majelis hakim membatalkan kerugian negara yang didalilkan oleh JPU melalui audit BPKP, karena tidak sesuai dengan kaidah perhitungan yang disebutkan sendiri oleh auditor BPKP. Sebab perhitungan ini banyak kesalahannya dan dapat menimbulkan fitnah," ujarnya.
Baca juga: KPK Periksa Wakil Bupati Mamberamo Tengah Yonas Kenelak untuk Tersangka Ricky Ham Pagawak
JPU KPK sebelumnya menuntut Isnu Edhi Wijaya dan mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)/Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi dihukum 5 tahun penjara.
Jaksa menyatakan Isnu dan Husni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP).
"Menuntut, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua penuntut umum melanggar Pasal 3 UU Tipikor," kata Jaksa Surya Tanjung saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/10/2022).
Selain pidana penjara, baik Isnu maupun Husni juga dituntut jaksa KPK untuk membayar denda Rp300 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Baca juga: ICW soal Perppu KPK: DPR-Presiden Sama Saja, 2 Dalang Robohnya Lembaga Utama Pemberantasan Korupsi
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp300 juta subsidair pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ujar jaksa.
Dalam melayangkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan terhadap para terdakwa.
Hal yang memberatkan yaitu, para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Selain itu, perbuatan Isnu dan Husni dianggap juga telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang besar.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan yakni, kedua terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Sementara itu, menurut jaksa, terdakwa Husni Fahmi telah mengembalikan seluruh uang hasil korupsi yang diperoleh sebesar 20.000 dolar AS.
"Terdakwa Isnu Edhi Wijaya belum sempat menikmati hasil korupsi hasil keuntungan atas proyek e-KTP karena uang yang berada di rekening manajemen bersama sudah disita oleh KPK," kata jaksa.
Diketahui sebelumnya, mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya dan PNS BPPT) Husni Fahmi didakwa terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Jaksa KPK menyebut keduanya turut merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun akibat proyek pengadaan e-KTP.
Perbuatannya itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah pihak lainnya yakni, Andi Agustinus alias Andi Narogong; Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo; Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto; Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos; Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni; serta Ketua Panitia Pengadaan Barang atau Jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Drajat Wisnu Setyawan.
Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pengadaan e-KTP.
Jaksa menyebut Husni Fahmi diperkaya sebesar 20 ribu dolar AS dari proyek e-KTP ini.
Tak hanya Husni Fahmi, sejumlah pihak lainnya juga diperkaya dari proyek ini.
Adapun mereka yang turut diperkaya dari proyek e-KTP yakni, Andi Narogong; Setya Novanto; Irman; Sugiharto; Diah Anggraeni; Drajat Wisnu Setyawan; Wahyudin Bagenda; dan Johanes Marliem. Isnu Edhi dan Husni Fahmi juga turut memperkaya PT PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya.
Atas perbuatannya, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi dituntut melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.