Mantan Penyidik KPK Sebut Restorative Justice Tak Bisa Diterapkan di Kasus Korupsi
Ketua IM57+ Institute itu lantas menginginkan Wakil Ketua KPK yang baru dilantik, Johanis Tanak kembali belajar terkait konsep restorative justice.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Pernyataan ini disampaikan saat menjalani fit and proper test di ruang rapat Komisi III DPR RI.
“Saya mencoba berpikir untuk RJ (restorative justice) terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, restorative justice, tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu dapat diterima, saya juga belum tahu. Harapan saya dapat diterima," kata Johanis, Rabu (28/9/2022) lalu.
Pernyataan Johanis ini kemudian mengundang kritik dari banyak pakar hukum, aktivis antikorupsi, hingga mantan pimpinan dan penyidik KPK.
Saat menyambangi awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (28/10/2022) kemarin, Johanis mengaku pernyataannya terkait restorative justice merupakan gagasan pribadi dan tidak terkait dengan KPK.
Saat melontarkan pernyataan itu, kata Johanis, ia belum menjadi bagian dari KPK.
Ia memandang gagasan tersebut seperti halnya kajian akademik sebelum pemerintah dan DPR membuat produk Undang-Undang.
“Pada saat itu masih di luar konteks lembaga, itu adalah suatu ide, suatu ide bukanlah bagian dari pemikiran atau langkah yang harus dilakukan oleh lembaga,” kata Johanis saat menemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Johanis Tanak resmi menjadi Wakil Ketua KPK baru setelah dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta Pusat, kemarin.
Johanis menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri sesaat sebelum menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK.
Lili diduga menerima gratifikasi berupa fasilitas mewah menonton MotoGP Mandalika di Lombok pada Maret lalu. Ia juga disebut mendapat fasilitas menginap di hotel mewah.