Hasil Survei: 90 Persen Responden Tegas Menolak Intervensi Asing Terhadap Kebijakan Nasional
98 persen responden survei yang menganggap Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman bernegara dalam menjalin hubungan antarnegara.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil Survei Nasional Pancasila yang disusun oleh Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila sekaligus dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI), Kris Wijoyo Soepandji dan M. Sofyan Pulungan, mengungkapkan 90 persen masyarakat Indonesia menolak intervensi asing terhadap kebijakan nasional.
Responden menilai Indonesia harus berdaulat dan mengutamakan kepentingan rakyat.
Survei ini dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Pancasila yang dilakukan melalui jajak pendapat secara daring terhadap 1.000 responden.
"Dari survei ditemukan bahwa 62 persen responden menganggap bahwa pemerintah masih berpegang pada Pancasila sebagai dasar pembuatan kebijakan, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam," kata Kris dalam risetnya, Senin (31/10/2022).
"Sedangkan, 90 persen responden solid menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan pemerintah Indonesia,” sambungnya.
Kris menjelaskan bahwa kebijakan nasional yang didasari Pancasila sejatinya masih memiliki posisi tawar yang besar dalam kancah global.
Hal ini terbukti dari 98 persen responden survei yang menganggap Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman bernegara dalam menjalin hubungan antarnegara.
Sebelumnya saat Seminar Nasional Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIV Lemhannas, Kris telah memaparkan bahaya intervensi asing bagi kestabilan global kepada Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 11 Oktober 2022 lalu.
Temuan- temuan tersebut juga sudah disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo.
“Bagaimana kita perlu berhati-hati, bukan mengisolir diri. Penyelesaian eksternalitas negatif di tiap negara diselesaikan dengan memegang prinsip kesetaraan dan keadilan, bukan dengan cara intervensi. Dengan menghormati hal tersebut, maka kita bisa membangun kemakmuran bersama dan kesejahteraan bersama secara berkelanjutan,” kata Kris.
Secara terpisah dosen FH-UI Agus Brotosusilo menjelaskan, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Baca juga: Listyo Sigit Prabowo: TNI-Polri Siap Dukung Pemulihan Ekonomi Dan Kebijakan Nasional Di Tahun 2022
Oleh karenanya, seluruh produk hukum di Indonesia wajib berlandaskan Pancasila.
Alpanya Pancasila dalam penyusunan kebijakan, terlebih jika kebijakan tersebut terbit karena disusupi kepentingan asing, akan berdampak pada hilangnya kedaulatan nasional serta menciptakan anomie masyarakat.
“Kebijakan yang terbit akibat intervensi jelas akan memengaruhi kedaulatan dan kepentingan nasional. Dan ini akan berdampak terciptanya anomie masyarakat. Saat masyarakat kebingungan atau kehilangan norma dan nilai-nilai yang selama ini dipegang. Misalnya, berdasarkan Pancasila, sistem ekonomi kita adalah ekonomi kerakyatan. Namun ini menjadi liberal dan kapitalistik karena intervensi,” jelas Agus.
Agus melanjutkan, intervensi-intervensi asing biasanya dilakukan dengan memengaruhi pemangku kebijakan kunci untuk menyisipkan kepentingan-kepentingannya.
Aksi mempengaruhi kebijakan ini kerap diikuti dengan sejumlah pendanaan yang biasanya dimobilisasi oleh lembaga swadaya masyarakat atau lembaga-lembaga donor.
“Secara resmi, memang biasanya agen-agen intervensinya itu berasal dari LSM, NGO, lembaga donor. Namun banyak juga yang tidak terdokumentasi, karena mereka akan selalu berusaha agar jejak mereka tidak terlacak. Salah satu contohnya, ada anggota DPR yang bahkan menjabat sampai sekarang bahkan mengakui sejumlah undang-undang yang dibuatnya itu memang dibiayai asing,” sambung Agus.
Sebelumnya, dalam Diskusi Bidang Studi Dasar-Dasar Ilmu Hukum FHUI: Kewaspadaan Nasional dalam Rangka Menyambut 100 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum di Indonesia pekan lalu, Pengajar Kewaspadaan Nasional Lemhannas RI Rido Hermawan menjelaskan, sebagai bagian dari pergaulan dunia, Indonesia tidak perlu menjadi inferior.
Pasalnya, Indonesia adalah negara besar dan memiliki potensi-potensi sumber daya.
“Tujuan kemerdekaan adalah mewujudkan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera. Untuk mewujudkan hal itu, ada dua pendekatan: keamanan, dan kesejahteraan. Bagaimana kita bisa mengamankan kepentingan nasional untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Dalam kesempatan serupa, Wakil Dekan FH-UI Andri Gunawan Wibisana mengatakan, secara historis, intervensi asing semakin nyata setelah era reformasi. IMF mendikte sejumlah undang-undang terutama di bidang ekonomi.
Andri menegaskan bahwa menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional adalah penting, sebagai contoh terbitnya Perpres No. 8/2021 yang juga mengatur tentang mitigasi ancaman non-militer berupa intervensi asing dalam dimensi legislasi merupakan langkah yang tepat.
Baca juga: Komnas HAM Pertanyakan Kebijakan Pemerintah untuk Korban Meninggal Dunia Gangguan Ginjal Anak
Oleh karenanya, Fully Handayani Ridwan selaku Ketua Bidang Studi Dasar-Dasar Ilmu Hukum FHUI, turut mengimbau para mahasiswa yang kelak akan menjadi ahli hukum, agar waspada terhadap intervensi asing agar dapat menjaga kepentingan nasional, terutama dalam hal pembentukan produk-produk hukum.