Cek Laboratorium BPOM, Menko PMK Ungkap Tingginya Dosis EG pada Obat Sirop Penyebab Gagal Ginjal
Menteri PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan terdapat obat sirop yang memiliki kandungan EG dan DG yang tinggi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy melakukan peninjauan kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Senin (31/10/2022).
Kedatangan Muhadjir untuk mengecek langsung pengujian obat sirop yang diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Baca juga: Banyak Korban Gangguan Ginjal Akut, Siapa yang Bertanggung Jawab? Begini Kata Ombudsman RI
"Saya tadi melihat langsung proses pengujian di laboratorium BPOM terhadap beberapa obat terutama sirop yang diduga kuat mengandung EG dan EDG," kata Muhadjir melalui keterangan tertulis, Selasa (1/11/2022).
Ia menyebut, kasus obat sirop yang mengandung bahan pelarut yang melebihi ambang batas harus ditindaklanjuti, apakah merupakan cemaran atau ada kesengajaan.
Muhadjir mengungkapkan terdapat obat sirop yang memiliki kandungan EG dan DG yang tinggi.
"Karena sejak dari sananya bahan penolong ini cukup tinggi dosisnya. Secara detail tadi dapat informasi dari lab, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya," kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir, temuan ini bisa dijadikan dasar dan alat bukti untuk menjelaskan pihak yang bisa dikenakan tindak pidana.
"Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini," tutur Muhadjir.
Baca juga: Polri Telusuri Asal Bahan Baku Obat Sirup Penyebab Gagal Ginjal Akut pada Anak
Dia berharap kasus ini segera terbuka, agar para pelaku usaha industri yang terkena imbas penahanan produk terutama yang sudah baik dan patuh, bisa segera dipulihkan kembali.
Sebelumnya, BPOM telah resmi melarang penggunaan obat sirop dengan zat pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, hingga gliserin atau gliserol.
Sehingga, obat sirop yang memakai pelarut di luar keempat zat tersebut diperbolehkan dikonsumsi.
Hal ini sekaligus merespons temuan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia yang dicurigai akibat keracunan kandungan dalam obat sirop.
"Maka sekarang hanya membolehkan produk sirop yang tanpa pelarut. Jadi, bukan tidak lagi membolehkan produksi, tapi sudah dengan adanya keluar surat edaran dari Kementerian Kesehatan," kata Kepala BPOM Penny Lukito.