MPR RI Berharap Percepatan Penetapan RUU PPRT Menjadi UU Didukung Semua Pihak
Menurut Lestari, UUD 1945 mengamanatkan dasar pemikiran bahwa pekerjaan dan penghidupan layak adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.
Editor: Hasanudin Aco
Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto berharap proses percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi Undang-Undang bisa direalisasikan sebelum 22 Desember 2022, sebagai hadiah dari para wakil rakyat.
Menurut Giwo, selama ini setiap anggota Kowani juga sudah berkomitmen untuk menyosialisasikan substansi RUU PPRT kepada berbagai komunitas dan organisasi, agar masyarakat memahami manfaat dan pentingnya UU PPRT.
Hadirnya UU PPRT, ujarnya, secara teknis juga bisa meringankan para pemberi kerja, tidak semata menambah kewajiban pemberi kerja.
"Komitmen Kowani sejak 1935, wanita Indonesia adalah Ibu bangsa, jadi para PRT adalah Ibu bangsa yang harus dimuliakan," tegas Giwo.
Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini mengungkapkan kontribusi PRT terhadap kehidupan di sebagian besar rumah tangga cukup besar.
Kehadiran PRT di sebuah rumah tangga kelas menengah-atas, ujar Lita, mampu meningkatkan produktivitas keluarga tersebut. Tanpa PRT, tambahnya, pengeluaran rumah tangga itu diperkirakan bisa lebih tinggi lima kali lipat jika dibandingkan bila tidak ada PRT.
Namun, ungkapnya, yang dialami PRT malah sangat menyedihkan karena kerap menjadi korban kekerasan, tidak memiliki jaminan kesehatan dan bansos. Padahal, tambah Lia, sebagian besar PRT masuk kategori masyarakat tidak mampu.
Pada kesempatan diskusi itu hadir pula Rizky, PRT korban kekerasan fisik dan seksual oleh majikannya di Jakarta Timur. Rizky sangat berharap UU PPRT segera disahkan agar tidak ada lagi korban seperti dirinya.
Eva Sundari dari Institute Sarinah mengingatkan sebenarnya pihak-pihak yang menolak RUU PPRT tidak memahami substansi dari hadirnya UU PPRT.
Menurut Eva, perlu gerak bersama kelompok masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan untuk memberi pemahaman kepada pihak-pihak yang menolak kehadiran UU PPRT itu.
Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat, yang terjadi pada terhambatnya proses legislasi RUU PPRT adalah kemacetan politik, bukan kemacetan pada hati nurani.
Saur menilai, hari nurani para pimpinan DPR masih hidup, sehingga masih bisa berharap pengesahan RUU PPRT menjadi Undang-Undang bisa segera direalisasikan.