Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

UMP 2023 Akan Diumumkan 21 November, Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Upah Tak Naik 13 Persen

Buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan KSPI berencana menggelar mogok nasional pada Desember mendatang jika upah tidak naik 13 persen.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in UMP 2023 Akan Diumumkan 21 November, Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Upah Tak Naik 13 Persen
Ist
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan organisasi serikat buruh akan melakukan aksi mogok nasional pertengahan Desember 2022 jika pemerintah tidak menaikan upah 13 persen. 

Ida mengatakan Kemnaker tengah mempertimbangkan aspirasi para buruh yang menuntut agar upah 2023 naik setelah tidak mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir.

Kemnaker melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri telah menjalin komunikasi dengan kaum buruh untuk memfinalkan besaran kenaikan upah minimum 2023.

"Saya sudah minta ke Bu Dirjen untuk mendengarkan aspirasi para buruh, sekarang dalam proses memfinalisasi pandangan dari aspirasi tersebut," terang dia.

Dirjen PHI dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menuturkan besaran kenaikan UMP akan disesuaikan dengan data inflasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

"Masih menunggu data BPS," kata Indah seraya memastikan besaran UMP nantinya akan diumumkan pada 21 November ini.

Ekonom Celios Bhima Yudhistira menilai wajar jika pekerja/buruh menuntut kenaikan 13 persen karena efek inflasi yang tinggi masih terjadi pada 2023.

Ia menjelaskan tuntutan pekerja juga mengingatkan kembali kalau sebelum UU Cipta Kerja, ada PP 78/2015 di
mana kenaikan upah mempertimbangkan laju inflasi dan rata-rata pertumbuhan ekonomi.

BERITA TERKAIT

"Sekarang data inflasi 5,7 persen year on year ditambah pertumbuhan ekonomi 5 persen. Itu artinya upah berkisar kenaikan 10,7 persen," terang Bhima.

Masalahnya, dengan UU Cipta Kerja, pengupahan ini makin tidak berpihak ke pekerja.

"Sudah jaring pengaman sosial dari pemerintah kecil, ditambah kenaikan upah di bawah inflasi. Jadi, idealnya masalah upah dikembalikan lagi ke formulasi PP 78/2015 minimum naik 10,5 persen tahun depan paling tidak bisa mengcover daya beli dari gerusan inflasi dan ketidakpastian daya beli," lanjutnya.

Jika upah buruh berada di bawah inflasi seperti 2022, maka daya beli kelas masyarakat rentan jatuh.

Ujung-ujungnya hal tersebut akan merugikan pengusaha karena permintaan barang domestik bisa turun.

Selain itu, ia menilai kenaikan UMP tak akan memberatkan pelaku usaha. Sebab, mengacu pada pasal 24 ayat (1) PP 36/2021 menyebut bahwa upah minimum hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.

Sementara, upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih harus berpedoman pada struktur dan skala upah yang wajib disusun dan diterapkan oleh perusahaan.

"Karena sifatnya upah minimum sebenarnya hanya melindungi pekerja yang baru masuk ya, jadi bukan berarti semua pekerja upahnya naik setara kenaikan UMP," katanya. (tribun network/ras/fal/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas