Anak Buah Ferdy Sambo Ngaku Diperintah Chuck Putranto Ambil CCTV Usai Penembakan Brigadir J
Ariyanto dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekerja harian lepas (PHL) Divpropam Polri atau anak buah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Ariyanto dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Ariyanto dihadirkan jaksa untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Kamis (10/11/2022), dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Dalam kesaksiannya, Ariyanto menyampaikan kalau dirinya diminta oleh mantan Karospri Kadiv Propam Polri sekaligus terdakwa dalam kasus ini Chuck Putranto untuk meminta perangkat CCTV usai penembakan Brigadir Yoshua.
Mulanya, Ariyanto mengatakan dirinya datang ke rumah pribadi Ferdy Sambo di jalan Saguling III pada tanggal 9 Juli 2022 atau tepat sehari setelah Yoshua tewas.
Baca juga: Hakim Ketua Sindir Kodir karena Lancar saat Jawab Pengacara Ferdy Sambo: Saya Tanya Kayak Sakit Gigi
Adapun tujuan Ariyanto ke rumah Saguling saat itu adalah untuk membeli makan sore untuk keluarga Ferdy Sambo.
"Saksi ke rumah mana?" tanya ketua majelis hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santosa dalam persidangan.
"Rumah Saguling," kata Ariyanto.
"Kapan saksi datang?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Sekitar jam 2 atau jam 3 siang," jawab Ariyanto.
"Di rumah Saguling ada siapa aja?" timpal Hakim Wahyu.
"Saya gak perhatiin karena begitu saya sudah kasih makan, itu saya stanby dipos samping, kurang lebih 50 meter," ucap Ariyanto.
Setelah itu, Ariyanto mengaku hanya standby di pos jaga yang lokasinya tak jauh dari rumah pribadi Ferdy Sambo.
Namun saat ingin menuju ke pos jaga, Ariyanto mengaku dipanggil oleh Chuck Putranto.
"Dihubungi pak Chuck?" tanya hakim Wahyu dalam persidangan.
"Itu ketemu Pak Chuck di Saguling sorenya," jawab Ariyanto.
"Setelah antar makanan?" tanya lagi hakim.
"Betul," jawab Ariyanto.
"Di mana?" tanya hakim Wahyu.
"Depan rumah Saguling," jawab Ariyanto.
Setelah itu, Ariyanto menyebut kalau dirinya diperintah oleh Chuck Putranto untuk mengambil perangkat DVR CCTV kepada terdakwa Irfan Widyanto.
Kata Ariyanto, saat itu, Irfan sudah berada di pos keamanan Komplek Polri, Duren Tiga, atau beberapa meter dari rumah dinas Ferdy Sambo alias tempat kejadian perkara.
"Itu jam berapa ?" tanya hakim Wahyu.
"Itu sekitar jam 3 sore," jawab dia.
"Langsung diperintah sama Chuck?" cecar Hakim Wahyu.
"Iya benar," jawab lagi Ariyanto.
"Kemudian pada saat disuruh ke pos duren tiga, saksi langsung berangkat?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Iya langsung menggunakan motor," jawab Ariyanto.
"Saksi ada nanya gak ke pak chuck itu cctv apa?"
"Saya gak tanya cuma veliau bilang nanti ada pak irfan ada CCTV yang mau diterima. Gaada tanya lain," jawab Ariyanto.
Irfan Hubungi Pengusaha CCTV
Pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung alias Afung dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (3/11/2022).
Afung merupakan orang yang diminta oleh terdakwa Irfan Widyanto untuk mengganti DVR CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga pasca penembakan Brigadir Yosua.
Dalam sidang tersebut, Afung membeberkan awal mula dirinya dihubungi oleh Irfan Widyanto, kata dia peristiwa itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB di hari Jumat 8 Juli 2022.
"Jadi pertama saya di WA oleh saudara Irfan dan dia mengatakan 'izin pak afung, saya irfan'. Terus saya bilang gini 'ada yang bisa saya bantu?' lalu dia bilang 'saya irfan mau ada...pergantian dua unit DVR CCTV. Saya bilang bisa," kata Afung dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dari situ, Irfan menanyakan harga terkait dengan CCTV yang dijual oleh Afung. Afung lantas menanyakan spesifikasi jenis kamera dan mesin DVR CCTV yang dibutuhkan oleh Irfan.
Kata dia, berdasarkan rincian yang dijelaskan oleh Irfan, jenis kamera CCTV yang diinginkan yakni merupakan pabrikan China.
"Lalu dalam sepengetahuan saya itu, itu adalah mesin merk china biasa toko-toko ada karena sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena saya tahu itu cuma mesin china dan saya tau," ucap Afung.
Singkatnya, kedua pihak itu sepakat perihal pergantian perangkat DVR CCTV bahkan hingga pembelian harddisk.
Saat itu, Afung langsung diminta oleh Irfan datang ke lokasi yang diminta, yakni di kawasan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan sekitar pukul 17.00 WIB sore.
Setibanya di lokasi, Afung diminta untuk masuk ke posko keamanan komplek yang lokasinya tepat berseberangan dengan rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi kejadian penembakan.
Afung langsung melakukan pengecekan, ternyata didapat sebagian besar CCTV yang terpasang di komplek itu sejatinya masih hidup dan berfungsi.
"Di sana saya sebagai teknisi di lapangan itu saya memperhatikan posisi kamera yang nyala itu ada beberapa titik, saya memperhatikan kamera nomor 1 dan 8 itu mati yang bisa diartikan dalam DVR itu ada dua unit atas sama bawah," kata dia.
"Itu masih hidup (kamera dan DVR nya)," jawab Afung.
Mendengar keterangan itu, jaksa penuntut umum lantas menanyakan apakah kamera itu merekam atau sekedar hidup saja.
Namun, Afung tidak dapat mengenali secara detail apakah kamera itu merekam atau tidak, pastinya kata dia, kamera itu hidup dan minta untuk diganti.
"Kalau merekam saya tidak jelas, karena intinya pekerjaan saya tidak mengambil bagian untuk mengetahui apa," ucap Afung lantas dipotong oleh jaksa.
"Saksi tidak nanya kenapa diganti?" tanya jaksa.
"Tidak pak," jawab Afung.
"Yang saksi lihat masih hidup, masih nyala?" tanya lagi jaksa.
"Masih nyala," tukas Afung.
Diketahui Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.