Kasus Rudapaksa Eks Pegawai Kemenkop, Komnas Perempuan Sebut Sudah Komunikasi dengan Pihak Korban
Siti Aminah Tardi mengungkapkan bahwa sudah ada komunikasi yang dijalin dengan pihak korban, tepatnya melalui pendampingnya.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus rudapaksa atau pemerkosaan terhadap eks pegawai honorer Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menjadi sorotan bagi Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengungkapkan bahwa sudah ada komunikasi yang dijalin dengan pihak korban, tepatnya melalui pendampingnya.
Komunikasi itu disebutnya untuk mengetahui dan mendukung pemenuhan hak-hak ND sebagai korban.
"Kami berkomunikasi dengan pendamping korban untuk mengetahui dan mendukung kebutuhan pemenuhan hak-hak korban," kata Siti kepada Tribunnews.com pada Jumat (25/11/2022).
Baca juga: Kasus Kekerasan Seksual Pegawai Kemenkop, Oknum Polisi Diduga Peras Keluarga Korban
Selain itu, komunikasi juga dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini korban. Termasuk apakah korban siap bertemu pihak lain.
"Kami tentunya harus koordinasi dengan pendamping," kata Siti.
Tak hanya komunikasi dengan pendamping, pemantauan terhadap kasus ini juga akan terus dilakukan. Termasuk pula pemantauan terhadap rekomendasi tim independen bentukan Kemenkop.
"Komnas Perempuan mendukung dan akan melakukan pemantauan apakah rekomendasi tersebut dihormati dan dipenuhi," ujarnya.
Sebagai informasi, Tim Independen Pencari Fakta Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Kemenkop telah mengeluarkan tujuh rekomendasi pada Selasa (22/11/2022).
Ketujuh rekomendasi tersebut yaitu:
1. Memberikan dan menetapkan Hukuman Disiplin pada PNS atas nama ZPA dan WH dengan hukuman maksimal dari Hukuman Disiplin Berat berupa pemberhentian; dan kepada EW berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun.
2. Membubarkan Majelis Kode Etik yang telah dibentuk sebelumnya tapi tidak berjalan efektif. Membentuk Majelis Kode Etik yang bersih dari relasi kekerabatan dengan pelaku atau korban guna memberikan akses keadilan dan memberikan sanksi tegas kepada para pejabat yang melakukan pelanggaran dan maladministrasi yang berdampak berlarutnya penyelesaian kasus ini.
3. Memperbaiki kode etik dan kode perilaku ASN Kemenkop UKM dengan membentuk Tim independen internal untuk merespons pengaduan-pengaduan dan memastikan terdapat confidentiality.
Tim independen harus dapat menilai apakah kasus dapat diselesaikan secara internal atau melalui ranah penegakan hukum dengan mengacu kepada mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Tim independen internal harus berani menindak pelaku tanpa pandang bulu berdasarkan aturan kepegawaian dengan mengacu kepada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan turunannya, terutama UU TPKS dalam hal pemenuhan hak korban yang wajib dipenuhi termasuk aturan hukum lainnya terutama dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi korban untuk memindahkan atau menjauhkan pelaku dari korban.
4. Melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap MM sebagaimana isi kontrak kerja yang ditandatangani MM tunduk pada UU ASN.
5. Membatalkan rekomendasi beasiswa atas nama ZPA kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
6. Memastikan terpenuhinya pemenuhan hak-hak Korban dalam penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
7. Merujuk temuan pada pohon kekerabatan pada kasus ini antara pelaku dan pejabat, menindaklanjuti dengan rekomendasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk melakukan mapping dan analisis tata kelola SDM di K/L dan mendorong merit system sepenuhnya.