Massa Unjuk Rasa, Tagih Komitmen KPK Berantas Mafia Tanah di Kalimantan Selatan
Massa MAPAN berunjuk rasa di depan Gedung KPK, mendesak KPK untuk menindaklanjuti laporan Sawit Watch atas dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa yang tergabung dalam Masyarakat Anti Perampasan Aset Negara (MAPAN) berunjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).
Mereka mendesak KPK untuk menindaklanjuti laporan Sawit Watch atas dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan milik negara di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Baca juga: Berantas Mafia Tanah, Pemerintah Diminta Harus Menentukan Skala Prioritas
Laporan tersebut telah dilaporkan sejak Januari 2022, namun belum direspons KPK.
"Hari ini, kami datang ke KPK mendesak langkah nyata KPK untuk menindak tegas dugaan pelanggaran hukum penyalahgunaan pemanfaatan lahan," ucap koordinator MAPAN, Amri dalam aksi unjuk rasa.
Sebelum berunjuk rasa di KPK, pihaknya menyebut telah mendatangi Bareskrim Polri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) agar kedua instansi dapat turun tangan mengusut dugaan mafia tanah tersebut.
Namun, kata dia, nihil jawaban atas pengaduan yang masuk ke kedua instansi itu.
"Sebagai perwakilan dari beberapa elemen masyarakat, MAPAN berharap KPK sebagai 'leading sector' pemberantasan korupsi berani bertindak tegas terhadap para oknum perampas aset negara dan koruptor sektor kehutanan," ujar dia.
Amri mengingatkan KPK untuk komitmen terhadap pemberantasan korupsi di sektor kehutanan.
"Hal tersebut sebagai bentuk dukungan kepada perintah Presiden RI dalam memberantas mafia tanah dan komitmen KPK yang menempatkan korupsi sektor kehutanan sebagai tindak pidana korupsi yang menjadi prioritas untuk diberantas," terangnya.
Baca juga: Cerita Guru Honorer Jadi Korban Mafia Tanah, Sertifikat Lahan Orangtuanya Jadi Atas Nama Orang Lain
Sebelumnya, dugaan mafia tanah melalui penerbitan HGU di dalam kawasan hutan Kotabaru, Kalimantan Selatan ini dilaporkan oleh Sawit Watch didampingi Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) ke Kementerian ATR/BPN pada Rabu (3/8/2022) lalu.
Temuan dugaan mafia tanah ini juga sebelumnya telah dilaporkan ke KPK, Kejaksaan, Bareskrim Polri, dan Kementerian LHK.
Sawit Watch menduga penerbitan HGU kepada salah satu perusahaan diperoleh tanpa adanya persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Perolehan HGU yang diterbitkan pada September 2018 silam itu dipandang problematik karena menyebabkan sekitar 8.610 hektare hutan negara hilang.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto menjelaskan dalam menindaklanjuti laporan dugaan kasus mafia tanah, pihaknya perlu mempelajari berbagai dokumen seperti data yuridis dan data pendukung yang merupakan warkah tanah.
Hal serupa juga dilakukan dalam menindaklanjuti laporan Sawit Watch atas dugaan mafia tanah di Kotabaru, Kalimantan Selatan yang sudah disampaikan ke Kementerian ATR/BPN.
"Menyelesaikan permasalahan mafia tanah memang kita harus pelajari dari dokumen data yuridis, data fisik, data pendukung sehingga kita mulai melihat permasalahan itu dari warkah tanah arahnya ke mana," kata Hadi saat menjadi narasumber di acara 'Sikap Publik terhadap Reformasi Pertanahan dan Perpajakan', Kamis (6/10/2022) lalu.
Sebagai contoh kata Hadi, dalam permasalahan yang menyangkut perkebunan pihaknya harus terlebih dulu memastikan sejumlah hal termasuk perizinan Hak Guna Usaha (HGU).
Perizinan yang dimaksud di antaranya apakah luas perkebunan sesuai izin dan fungsi, atau bermanfaat atau tidak bagi masyarakat sekitar.
Bila temuan di lapangan ternyata luas tanah yang digunakan tidak sesuai dengan izinnya, maka tindakan hukum bisa diambil.
Pasalnya hal tersebut termasuk dalam pelanggaran perizinan.
"Kasus di lapangan, apabila mereka lebih dari 10.000 tentunya ada tindakan hukum di sana. Permasalahan kelapa sawit banyak, apakah tumpang tindih dengan masyarakat, apakah tumpang tindih dengan kawasan hutan, ini juga akan terus kita lihat dan kita selesaikan di lapangan," jelas Hadi.