Expert Forum UI: Sangat Mendesak, Pelabelan BPA pada Galon Air Minum untuk Lindungi Konsumen
dinyatakan bahwa produsen air minum galon berbasis polikarbonat wajib memasang label “Berpotensi Mengandung BPA”, terhitung tiga tahun sejak peraturan
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM - Pelabelan produk air minum dalam kemasan (AMDK) plastik polikarbonat yang mengandung senyawa Bisphenol A (BPA) sudah mendesak dilakukan. Pelaku usaha harus bertanggungjawab memberikan rasa aman dan juga menaati aspek hukum yang menjamin kepentingan masyarakat sebagai konsumen.
Pesan tegas ini disampaikan dalam forum para pakar dan praktisi bertema “Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen" bertempat di Gedung Makara Universitas Indonesia, Rabu (23/11).
"BPA ini bukan hanya persoalan di tingkat nasional, tapi sudah menjadi persoalan global. Persoalan yang di berbagai negara sudah diatur. Jadi ini persoalan global yang harus ditangani," kata Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Rita menyebut larangan penggunaan bahan kimia BPA pada kemasan pangan di sejumlah negara seperti Prancis, Brazil, Kolombia, serta Negara Bagian Vermont dan California di Amerika Serikat. “Di California, sudah diberlakukan pencantuman label peringatan yang bertuliskan: ‘BPA dapat menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan reproduksi’,” kata Rita memberi contoh.
“Kami tidak mau menunggu ada kasus terlanjur banyak atau sudah sangat kritis baru bertindak, kalau ada persoalan harus segera ditangani. BPOM hadir untuk melindungi keselamatan masyarakat,” katanya, sambil menyinggung potensi bahaya kesehatan yang bisa ditimbulkan BPA seperti gangguan seksual, perubahan perilaku pada pria atau wanita, kanker prostat dan jenis kanker lainnya.
Dampak negatif BPA pada kesehatan manusia ini diperkuat oleh Agustina Puspitasari, Ketua Bidang Penyakit Tidak Menular pada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
“Paparan BPA mempengaruhi fungsi hormon normal pada manusia karena sifatnya endocrine disruptor,” kata Agustina.
“Beberapa studi terkait paparan BPA di antaranya menunjukkan ada hubungan peningkatan konsentrasi BPA dalam urin dengan turunnya kualitas sperma,” katanya.
“Wanita hamil yang terpapar BPA selama pre-natal, ada pengaruhnya pada perilaku agresif dan hiperaktif, terutama ke anak perempuan,” katanya.
Menurutnya, ada hubungan antara paparan BPA dengan peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular yang tidak boleh juga disepelekan.
Sementara itu, pakar material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid, memaparkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tidak sesuai aturan.
“Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dalam waktu tertentu” kata Chalid.
Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, antara lain yang paling besar potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen dan karena galon digunakan berulang-ulang.
“Pelabelan tentang BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen,” kata Chalid. Namun di sisi lain, “Masyarakat juga perlu mengambil sikap terbaik, di antaranya dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan agar menggunakannya dalam batas aman.”