Berbagai Elemen Dukung Indonesia Daftarkan Kebaya ke UNESCO dengan Single Nomination
Di pihak lain, Rabu (23/11/2022), Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei mendeklarasikan kebaya untuk diajukan kepada UNESCO.
Editor: Hasanudin Aco
“Kita harus punya kepercayaan diri untuk berdiri sendiri dan mempunyai identitas sendiri, khususnya karena kita mempunyai kekayaan ragam kebaya, dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas hingga ke Pulau Rote. Apalagi beberapa kepala daerah di Indonesia telah siap mendukung penuh untuk proses pengajuan/pencatatan kebaya khas dari daerah masing-masing sebagai warisan budaya tak benda nasional (WBTB)” tegas Tuti.
Busana Nasional dan Hari Kebaya Nasional
Untuk memperkuat proses pendaftaran kebaya ke UNESCO, Tuti mengusulkan dan mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menetapkan kebaya sebagai Busana Nasional, dan juga menetapkan Hari Kebaya Nasional.
Menurut Tuti, Indonesia adalah negeri yang sangat kaya-raya akan budaya dan memiliki keunikan tersendiri, negara yang sarat dengan filosofi dan nilai adiluhung.
“Kebaya adalah salah satu ciri khas kebanggaan busana perempuan Indonesia yang sudah digunakan sejak abad ke-15, yang merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang yang sangat anggun dan membanggakan
. Kebaya adalah busana yang selalu dipadu-padan secara harmoni dengan berbagai jenis kain ‘Wastra Nusantara’, antara lain kain batik, kain tenun, kain songket, kain ikat, kain lurik, kain jumputan, dan lain-lain,” terangnya.
“Tidak ada negara lain yang mempunyai kebaya yang dipadu-padan dengan Wastra Nusantara selain Indonesia,” tambahnya.
Kebaya Indonesia, lanjut Tuti, adalah kebaya yang dikenakan seluruh perempuan Indonesia dari 38 provinsi di Indonesia. Ada Kebaya Panjang, Kebaya Pendek, Kebaya Kurung, Kebaya Kutubaru, Kebaya Kartini, Kebaya Bodo, Kebaya Bali, Kebaya NTT, Kebaya Ambon, Kebaya Manado, Kebaya Labu, Kebaya Rancang, dan lain-lain.
"Jadi semua itu harus kita jadikan modal utama agar kita optimistis mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda dunia ke UNESCO secara 'single nomination'," tandas Tuti Nusandari Roosdiono mengakhiri penjelasannya.