Pakar Hukum Sebut Pengesahan RKUHP Sebelum DPR Reses, Demi Mencegah Gelombang Penolakan
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang rencananya diketok pada Selasa (6/1
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang rencananya diketok pada Selasa (6/12/2022) besok terkesan dipaksakan.
Terlebih, dalam beleid tersebut, kata dia, masih terdapat beberapa pasal yang bermasalah dan merugikan rakyat.
Lantas Bivitri menyebut kalau pengesahan RKUHP sebelum DPR RI memasuki masa reses tersebut hanya sebagai upaya untuk mencegah adanya penolakan dari seluruh elemen masyarakat.
"Iya kalau sebenarnya sebelum reses, 16 Desember masih bisa, tapi keliatannya mereka mencegah jangan sampai ada gelombang penolakan lagi seperti demonstrasi 2019 jadinya dipercepat sebisa mungkin," kata Bivitri saat ditemui usai acara diskusi bersama KedaiKopi 'Ngopi dari Seberang Istana' di Amaris Hotel, Juanda, Jakarta, Minggu (4/12/2022).
Meski bakal disahkan dalam waktu dekat, namun Bivitri meyakini kalau seluruh aktivis dan elemen masyarakat masih tegak lurus menolak RKUHP tersebut.
Hanya saja, penyampaian penolakan akan dilakukan dengan upaya lain termasuk melakukan demonstrasi.
"Kalaupun ini akibatnya DPR mempercepat ya itu konsekuensi yg harus dihadapi sebagai proses politik, jadi sampai saat ini teman-teman masih menyatakan penolakan, kita lihat apa yang akan terjadi," ucap Bivitri.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bakal diketok tingkat dua oleh DPR RI hanya akan menyenangkan penguasa dalam hal ini Presiden dan Lembaga Negara.
Baca juga: Pakar Sebut RKUHP Hanya Menyenangkan Presiden dan Lembaga Negara Bukan Rakyat
Hal itu didasari karena menurut Bivitri, banyak pasal yang diatur dalam beleid tersebut malah menyengsarakan rakyat, termasuk soal kebebasan berdemokrasi dan menyampaikan kritik.
RKUHP itu sendiri kabarnya sudah masuk agenda di DPR RI untuk disahkan dalam rapat Paripurna pada Selasa (6/12/2022) atau sebelum memasuki masa reses.
"Sehingga RKUHP balik lagi ke hari Selasa besok, jelas akan membuat nyaman presiden dan semua lembaga negara ya, gak bisa dikritik," kata Bivitri saat hadir dalam acara diskusi bersama KedaiKopi 'Ngopi dari Seberang Istana', di Amaris Hotel, Juanda, Jakarta, Minggu (4/12/2022).
Adapun ancaman bagi masyarakat yang melontarkan kritik terhadap pemerintah dalam RKUHP tersebut kata Bivitri, yakni dapat dipidana.
Dalam beleid tersebut, memang diatur kalau masyarakat boleh melakukan kritik atas kebijakan pemerintah, namun, kata dia harus konstruktif dan memberikan solusi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.