RKUHP Disahkan, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Pembentuk UU Posisikan MK Seakan Keranjang Sampah
Bivitri Susanti menanggapi pernyataan para pembentuk undang-undang baik dari pemerintah maupun DPR yang menyarankan penolak KUHP menggugat ke MK
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
"Padahal kajiannya teman-teman BEM itu sudah benar sekali. MK kan sekarang, pertama ketuanya lagi jadi juru bicara perkawinan anak presiden. Itu saja sudah sangat melanggar etik," kata Bivitri.
"Ada teman saya yang bilang, tapi kan wajar dong, itu kan keluarga. Nah itu! Kesalahan utamanya justru kenapa tidak mundur ketika dia menjadi bagian dari keluarga penguasa. Sekarang jadi juru bicara kawinan deh," sambung dia.
Selain itu, Bivitri juga menyinggung terkait pemecatan Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR dengan alasan alasan memutuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kemauan pembentuk undang-undang.
Menurutnya, setelah kejadian tersebut dan RUU MK yang akan segera dibahas, maka akan semakin banyak hakim yang akan "di-Aswanto-kan".
Padahal, kata dia, seorang hakim boleh dipecat karena perilakunya, bukan putusan putusannya.
Baca juga: Politisi PDIP Minta Masyarakat Tak Demo KUHP: Silakan Tempuh Jalur Hukum
Prinsip tersebut, kata dia, diakui oleh seluruh negara di dunia.
"Jadi bayangkan betapa buruknya sekarang situasi demokrasi kita, dan bisa juga salah satu kenapa RUU MK juga dibahas, Aswanto sudah dipecat dan lain sebagainya, justru untuk melindungi hal-hal yang kayak begini," kata Bivitri.
"Jadi makin enak ngomongnya, bawa saja ke MK-nya, ya sudah MK-nya juga tidak akan keluar lagi tuh putusan-putusan yang judulnya inkonstitusional," sambung dia.