Sidang Korupsi Migor: Saksi Ahli Ralat Angka Kerugian Perekonomian Negara, Turun Rp1 Triliunan
Saksi ahli Rimawan Pradiptyo meralat angka kerugian perekonomian negara dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi ahli Rimawan Pradiptyo meralat angka kerugian perekonomian negara dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng (migor), dari sebelumnya Rp12.312.053.298.925 (Rp12,31 triliun), menjadi Rp10.960.141.564.141 (Rp10,96 triliun).
Dia juga mengakui bahwa model input-output yang digunakannya tidak cocok untuk menghitung kerugian perekonomian negara dalam perkara tersebut.
“Sesuai sumpah yang sudah kami berikan, kami perlu menyampaikan adanya kesalahan dalam BAP (berita acara pemeriksaan). Kerugian dari perekonomian negara yang sebenarnya adalah lebih kecil dari yang ada dalam BAP,” tutur Rimawan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Dosen pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut mengungkapkan, dirinya tidak memperhitungkan manfaat dari kegiatan ekspor CPO dan turunannya, berupa pungutan ekspor dan bea keluar yang diterima negara.
Dia hanya menghitung biaya yang harus ditanggung dengan tidak terealisasinya domestic market obligation (DMO).
Rimawan mengakui, apabila variabel manfaat tersebut dimasukkan dalam perhitungan, maka dampaknya besar sekali terhadap angka kerugian perekonomian negara.
“Kalau itu (variabel manfaat) dimasukkan, maka angka kerugiannya akan turun lagi,” ucapnya.
Dalam persidangan, terdakwa Lin Che Wei juga mempertanyakan mengenai data yang digunakan Rimawan dalam menghitung kerugian perekonomian negara.
Mengacu paper “On Input-Output Tables: Uses and Abuses” oleh Paul Gretton, Lin Che Wei mengatakan penggunaan model Input-Output membutuhkan data yang aktual.
Sementara, Rimawan menggunakan Tabel Input-Output yang diterbitkan Bada Pusat Statistik pada 2016 yang meliputi 185 sektor.
“Ahli menggunakan kelapa sawit sebagai input, padahal subjek yang dipermasalahkan adalah minyak goreng. Selain itu, alokasi output juga mencakup sektor/komponen roti, biskuit dan sejenisnya; kimia dasar kecuali pupuk; sabun dan bahan pembersih; serta kosmetik. Padahal, berdasarkan pernyataan Kementerian Perindustrian, industri tidak menggunakan minyak goreng dari DMO. Akibatnya, angka perhitungan kerugian perekonomian Rimawan menjadi menggelembung,” papar Lin Che Wei menanggapi keterangan saksi ahli.
Lin Che Wei kemudian bertanya apakah Model Tabel Input-Output boleh digunakan untuk industri yang berkarakteristik sangat mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga komoditas.
“Tidak boleh,” jawab Rimawan singkat.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Minyak Goreng: Ahli Akui Kelangkaan Terjadi karena Masalah Distribusi