KUHP Baru: Hukuman Mati Bukan Lagi Pidana Pokok
Rancangan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sudah disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) masih menyisakan pro dan kontra
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sudah disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) masih menyisakan pro dan kontra.
Dalam draf KUHP yang disahkan bertanggal 6 Desember, masih mengatur pidana atau hukuman mati yakni pada Pasal 98.
Namun dalam KUHP baru, pidana mati diancamkan secara alternatif.
Berikut bunyi Pasal 98;
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
Dalam penjelasannya, pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok.
Berikut bunyi penjelasan Pasal 98;
Pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.
Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup.
DPR RI dan pemerintah akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Dengan demikian beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
Baca juga: Pemerintah Yakin Pasal Perzinaan di KUHP Tak Berdampak Negatif pada Pariwisata dan Investasi
"Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat paripurna.
"Setuju!' jawab peserta.
Lalu, Sufmi Dasco mengetukkan palu sebagai tanda sahnya RKUHP jadi undang-undang.
Selanjutnya, KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara.
Sebagai informasi, paripurna untuk pengesahan yang terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019 karena gelombang aksi itu dikebut meskipun masih banyak pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.