Cegah Mispersepsi di Masyarakat, Penyuluh Publik Diminta Aktif Sosialisasikan KUHP Terbaru
Dengan disahkannya UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru maka kini Indonesia telah memiliki KUHP buatan sendiri
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
"Tetapi kalau hal-hal yang masuk kepada ruang privat pasti ada konteks-konteks apakah itu sebagai konteks kesusilaan yang bisa diatur oleh bangsa itu sendiri, sebagai hal-hal yang di dalam konvensi-konvensi biasanya dikatakan bukan sebagai keharusan, tetapi untuk menghormati kedaulatan negara-negara. Hal-hal seperti ini yang nampaknya menjadi perbincangan sekarang,” jelasnya.
Yenti mencontohkan dengan pasal yang berkaitan dengan perzinahan dan kohabitasi, di mana pasal tersebut dikatakan terlalu masuk ke ruang privat dan seolah-olah semua orang nanti akan terkena pasal tersebut.
Baca juga: Pimpinan MPR: Buka Ruang Diskusi untuk Jawab Pro dan Kontra KUHP di Masyarakat
“Sebetulnya sekarang ini pun pasal perzinahan yang kita implementasikan itu sudah ada di dalam KUHP lama di Pasal 284, bikinan pemerintahan kolonial pada waktu itu, dan pasal itu dijalankan, tetapi kan jarang sekali yang terkena pasal tersebut."
"Tetapi secara moral, secara living law, secara sudut pandang bangsa Indonesia yang ber-Pancasila, kita tidak mungkin melepaskan itu. Demikian juga dengan kohabitasi,” ujarnya.
Keunggulan KUHP yang baru menurut Yenti adalah adanya Tujuan Pemidanaan dan Pedoman Pemidanaan, di mana keunggulan ini akan menjawab bahwa hukum pidana tidak lagi tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
“Nanti kita akan melihat bagaimana hakim patuh pada Tujuan Pemidanaan dan Pedoman Pemidanaan."
"Bagaimana memaknainya, juga untuk mengurangi masalah pemidanaan yang sangat berbeda jauh untuk kasus-kasus yang sama ataupun hampir sama, tanpa mengurangi kebebasan hakim dengan diaturnya Tujuan Pemidanaan dan Pedoman Pemidanaan. Ini mestinya bisa terkoreksi,” ungkap Yenti.
Sosialisasi KUHP yang berlangsung secara hybrid menghadirkan 110 Penyuluh Informasi Publik (PIP) wilayah Indonesia Barat, dan 110 Penyuluh Informasi Publik (PIP) wilayah Indonesia Timur.
Materi sosialisasi yang diterima oleh PIP diharapkan mampu diteruskan ke masyarakat terkait penyesuaian KUHP yang baru, guna mencegah penyebaran hoaks.