Cegah Mispersepsi di Masyarakat, Penyuluh Publik Diminta Aktif Sosialisasikan KUHP Terbaru
Dengan disahkannya UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru maka kini Indonesia telah memiliki KUHP buatan sendiri
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Karena menurutnya, apa yang tertuang di dalam norma dalam satu kitab undang-undang mencerminkan sistem nilai yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan.
“Jadi kalau kita berbicara secara teori, hukum pada hakikatnya mengandung dua hal terutama dalam hukum pidana, yaitu norma dan value," ujarnya.
"Jadi norma tertulis seperti itu karena didasarkan pada konsep ide gagasan nilai-nilai tertentu. Inilah yang kemudian kita temukan beberapa hal yang berbeda secara diametral dengan apa yang ada di dalam KUHP yang lama,” jelasnya.
Baca juga: KUHP Baru Jadi Senjata Baru Perangi Tindak Terorisme dan Efektifkan Upaya Deradikalisasi
Sebagai contohnya, dia menjelaskan mengenai polemik terkait kohabitasi. Menurutnya, kohabitasi diatur dalam KUHP karena perwujudan dari konsep ide dasar nilai-nilai yang kita anut sebagai bangsa Indonesia yang masyarakat religiusnya tinggi, menganut nilai-nilai Pancasila, serta nilai-nilai susila dan masyarakat yang sangat tinggi.
Selain itu, secara politis dengan disahkannya KUHP Baru ada kebanggaan nasional ketika melepaskan diri dari belenggu Undang-undang yang bersifat kolonial. Ia juga mengungkapkan bahwa secara sosiologis KUHP didasarkan pada konsep ide dasar nilai-nilai di Indonesia.
“Jadi di sini menempatkan Pancasila sebagai margin of appreciation, Pancasila sebagai landasan pembenaran terhadap absorbsi apakah itu terkait dengan nilai-nilai lokal, nasional, maupun nilai-nilai global,” jelasnya.
Pujiyono juga mengatakan bahwa pembaharuan KUHP menggunakan model kodifikasi terbuka terbatas.
Menurutnya, kodifikasi adalah penyusunan bahan hukum secara lengkap dan sistematis di dalam suatu kitab undang-undang. Harapannya, ketika disusun secara lengkap dan sistematis, di luar KUHP tidak ada lagi delik-delik yang muncul berkaitan dengan tindak pidana.
“Tetapi kemudian kita menyadari bahwa melakukan suatu kodifikasi yang tertutup itu tidak mungkin, maka kodifikasi yang kita lakukan adalah kodifikasi yang terbuka. Artinya, ketentuan Pasal 103 di dalam KUHP yang baru dalam Pasal 187 itu memberi ruang," ungkapnya.
"Meskipun sedemikian rupa sudah dimasukkan di dalam KUHP yang baru tapi masih dimungkinkan perkembangan-perkembangan untuk mengakomodir perkembangan baru yang dimungkinkan untuk berkembang di luar KUHP,” jelasnya.
Pada sesi selanjutnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Ketua MAHUPIKI, Yenti Ganarsih mengatakan bahwa rekodifikasi penting. Karena, ada pertanyaan-pertanyaan tentang KUHP Baru, mengenai masih banyaknya pasal-pasal yang ada di dalam KUHP lama.
“Memang kita tidak mengubah semuanya, karena dalam KUHP yang lama pun substansi perbuatan-perbuatan yang harus dijadikan tindak pidana adalah mala per se, yang memang di seluruh dunia hampir semuanya dilarang, yaitu hal-hal yang dilarang oleh kitab-kitab suci agama samawi dan kitab-kitab pedoman manusia hidup di dunia,” jelas Yenti.
Baca juga: PBB Kritik Pengesahan KUHP, DPR: Tidak Ada Lembaga atau Negara Manapun yang Bisa Mendikte Hukum Kita
Ia juga mengatakan bahwa RKUHP yang telah menjadi KUHP berangkat dari ide dasar kebaikan, yaitu perlindungan manusia terutama manusia Indonesia, dan ide perlindungan penghargaan terhadap HAM. Selain itu, hukum pidana melindungi kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu.
“Kita nanti akan hati-hati juga melihat supaya tidak ada KUHP itu ingin masuk ke ruang-ruang privat dengan sedemikian rupa."