DPR Minta Pemerintah Serius Respons Rekomendasi TPF BPKN soal Kasus Gagal Ginjal Akut
masyarakat masih takut memberikan obat sirup pada anak yang diduga menjadi pemicu penyakit tersebut.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Legislator Komisi VI DPR RI, Abdul Hakim Bafaqih, meminta pemerintah merespons serius rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) soal kasus gagal ginjal akut pada anak.
Dia mengatakan, masyarakat masih takut memberikan obat sirup pada anak yang diduga menjadi pemicu penyakit tersebut.
"Jika pemerintah lambat, masyarakat yang akan menjadi korban karena mereka tidak percaya pada obat-obatan yang beredar,” ujar Abdul kepada wartawan, Jumat (16/12/2022).
Politisi PAN itu menyebut banyak anak yang sulit mencerna obat berbentuk tablet atau bubuk.
Sehingga, tanpa langkah pasti dari pemerintah, orang tua bakal kerepotan menyembuhkan penyakit anaknya.
Dia pun membandingkan bagaimana pemerintah tanggap Tragedi Kanjuruhan, padahal dua persoalan itu sama-sama merenggut ratusan nyawa.
"Tragedi Kanjuruhan pemerintah begitu cepat mengatasi, itu kami apresiasi. Tapi mana hasil penanganan pemerintah atas tragedi gagal ginjal ini?” kata Abdul.
Maka itu, dia meminta pemerintah segera bertindak karena dampak gagal ginjal juga dirasakan semua pihak, termasuk korban yang mengalami perawatan.
“Jangan hanya berpikir pada korban meninggal 202 anak, yang sekarang selamat ini juga mengalami efek samping, bahkan ada yang harus cuci darah,” ujar Abdul.
“Bayangkan ini terjadi pada anak-anak, yang kelak mereka akan remaja dan tumbuh dewasa dengan penyakit gagal ginjal, bagaimana harapan masa depan mereka?” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala BPKN Rizal E Halim menyampaikan hasil RDP dengan Komisi VI pada 3 November 2022, BKPN mendapat instruksi memberi perhatian serius terhadap kasus GGAPA yang menimpa anak-anak.
"Hasil RDP itu memberikan instruksi kepada BPKN untuk membuka posko pengaduan serta membentuk tim untuk menyelidiki persoalan lonjakan GGAPA," katanya.
Adapun beberapa fakta terbaru mengenai kasus GGAPA pada anak di antaranya, Pertama, tim pencari fakta kasus GGAPA menemukan adanya ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar-instansi di sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA.
Baca juga: Bareskrim Sudah Periksa 3 Staf dan Pejabat BPOM Terkait Kasus Obat Sirup Penyebab Gagal Ginjal Akut
"Sehingga di 2 minggu pertama di bulan oktober terjadi kesimpangsiuran, dan terjadi kegamangan di ruang publik,” kata Rizal.
Kedua, adanya kelalaian instansi atau otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat.
Ketiga, ketidaktransparanan terkait penindakan penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi.
Keempat, sinkronisasi antara pusat dan daerah karena kurang berjalan karena tidak adanya protokol khusus penanganan krisis darurat di sektor kesehatan terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA.
Kelima, belum adanya kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah.
“Kami mencoba mendatangi korban dan diketahui korban belum mendapatkan kompensasi sesuai amanat UU nomor 8 tahun 1999," katanya.
Keenam, belum adanya ganti rugi kepada korban kasus gagal ginjal akut progresif atipika dari pihak industri farmasi.
Ketujuh, bahan kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) merupakan bahan yang termasuk dalam kategori berbahaya bagi kesehatan dan memerlukan pengaturan khusus.
Kedelapan, belum dilibatkannya instansi atau otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian.
“Ada kelalaian instansi otoritas di sektor kefarmasian dalam pengawasan, peredaran bahan baku dan produk jadi obat," katanya.
Terakhir, tidak dilibatkannya instansi otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian. Ini temuan yang dihasilkan tim setelah melakukan pengumpulan data, penelusuran.observasi dan investigasi lapangan.
Dari temuan itu, lanjut Rizal, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan empati, simpati kepada korban dengan pemberian santunan dan kompensasi serta ganti rugi bagi korban dan keluarga korban yang telah meninggal dunia, yang saat ini masih dirawat di rumah sakit, atau yang sudah pulang tetapi masih melalui proses rawat jalan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap korban GGAPA.
Baca juga: Pasien Gangguan Ginjal Akut Dapat Sembuh Total Tanpa Gejala Sisa
Kedua, pihaknya juga meminta pemerintah untuk segera menugaskan Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit secara keseluruhan terkait pengawasan dan peredaran baik dari bahan baku hingga bahan jadi di sektor kefarmasian.
Ketiga, BPKN merekomendasikan pemerintah untuk melakukan penindakan tegas kepada para pihak yang bertanggung jawab serta melakukan pengembangan kasus secara terang benderang.
Keempat, mengingat persoalan kesehatan menyangkut kepentingan keselamatan publik yang sangat luas maka untuk menjamin pemenuhan hak publik secara umum diperlukan penguatan lembaga yang melindungi konsumen secara mandiri.