Fakta-fakta Terkait Persidangan Terdakwa Irfan Widyanto, Tak Kuasa Tahan Tangis hingga Debat Panas
Simak fakta-fakta terkait persidangan dari terdakwa Irfan Widyanto atas kasus pembunuhan Brigadir J pada sidang lanjutan Jumat (16/12/2022).
Penulis: Rifqah
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Berikut fakta-fakta terkait persidangan dari terdakwa mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, AKP Irfan Widyanto dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J).
Irfan Widyanto menjalani sidang lanjutan atas kasus Brigadir J pada Jumat (16/12/2022) lalu sebagai terdakwa.
Persidangan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dalam persidangan ini, Irfan mengungkapkan beberapa pernyataan terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
Simak fakta-fakta terkait persidangan terdakwa Irfan Widyanto pada Jumat (16/12/2022) lalu, sebagai berikut:
Baca juga: Kuasa Hukum Irfan Widyanto Tanggapi Gestur Jaksa Acungkan Jempol ke Bawah dalam Persidangan
Irfan Tak Kuasa Menahan Tangis saat Berhadapan dengan Ferdy Sambo
Diketahui, ketika menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J, Irfan tak bisa menahan tangisnya ketika dihadapkan dengan Ferdy Sambo.
Irfan juga terlihat tidak bisa berkata-kata, ketika hakim meminta tanggapan dari Irfan atas keterangan Ferdy Sambo yang saat itu menjadi saksi.
Irfan hanya terlihat memegangi hidung dan kacamatanya, serta tertunduk ketika ingin mencoba menjawab pertanyaan dari hakim tersebut.
Namun, ia tetap menjawabnya dengan suara yang terbata-bata.
"Siap, terima kasih, Yang Mulia, sepertinya mohon izin, Yang Mulia, saya tidak ada tanggapan," kata Irfan dalam persidangan yang disaksikan dari Kompas Tv Live, Jumat (16/12/2022).
Baca juga: Momen Ferdy Sambo Bela Irfan Widyanto, Hendra Kurniawan, dan Agus Nurpatria, Akui Salah
"Awalnya saya ingin marah," tambah Irfan.
"Bagaimana?" tanya hakim lagi.
"Saya tidak ada tanggapan, Yang Mulia," jawab Irfan.
"Itu ya, enggak ada tanggapan, ya, kalau kemarahan itu, ya, memang, ya, pada akhirnya menjadi penyesalan."
"Walaupun memang kita marah dan orang kuat itu yang bisa menahan amarahnya. Itulah sesungguhnya orang yang paling kuat," ungkap Hakim Wahyu Imam Santoso.
Irfan Salahkan Ari Cahya sebagai Atasannya
Irfan Widyanto menyalahkan atasannya, mantan Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, AKBP Ari Cahya Nugaraha atau Acay.
Hal tersebut diungkapkan Irfan dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J, Jumat (16/12/2022).
Irfan mengaku, bahwa ia mengambil DVR CCTV di sekitar lokasi tempat kejadian pembunuhan Brigadir J, yakni di Kompleks Polri Duren Tiga pada 9 Juli 2022 lalu atas perintah dari Acay.
Maka dari itu, Irfan menyatakan bahwa apa pun perbuatannya pada saat itu menjadi tanggung jawab Acay.
Irfan kembali menegaskan bahwa dirinya datang mengambil DVR CCTV atas perintah Acay.
Setelah itu, Irfan diperintahkan oleh mantan Kaden A Biro Paminal Divisi Propam, Kombes Agus Nurpatria untuk memeriksa dan mengamankan CCTV.
"Saya datang ke sana atas perintah langsung dari kanit saya," ujar Irfan Widyanto.
Baca juga: Irfan Widyanto: Anggota Berpangkat Kombes di Divisi Paminal Polri Orang-orang Paling Ditakutkan
Selain itu, Irfan juga mengatakan bahwa Acay saat itu memberikan perintah lisan maupun perintah tertulis untuk berangkat ke lokasi mengambil DVR CCTV.
Lantaran pada saat itu, Acay sedang berada di Bali sehingga tidak bisa datang langsung ke lokasi pengambilan DVR CCTV.
"Perintah tulisan berarti menjadi kewenangan pimpinan saya, yaitu kanit saya."
"Dengan kata lain, tanggung jawab saya mendatangi TKP seharusnya menjadi tanggung jawab pimpinan saya. Kewenangan sprin (surat perintah), dan lain-lain," ungkap Irfan, dikutip dari Kompas.com, Jumat (16/12/2022).
Irfan Akui Tak Bisa Tolak Perintah dari Agus Nurpatria
Irfan Widyanto mengaku tidak berdaya untuk menolak perintah dari mantan Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria saat mengambil DVR CCTV.
"Saya ingin menyampaikan, bahwa terhadap keterangan saksi Pak Karo Paminal."
"Bahwa saya tidak berdaya yang mulia melawan atau menolak perintah dari Kaden A Paminal," ungkap Irfan.
"Setelah saya ketahui, itu adalah perintah secara berjenjang dari Karo Paminal maupun Kadiv Propam yang saat itu masih aktif," imbuhnya.
Irfan Lapor ke Polri Terkait Tindakan Pengamanan DVR CCTV
Irfan klaim bahwa dirinya merupakan pihak yang membongkar fakta terkait merintangi penyidikan atau obstraction of justice ke pimpinan Polri.
"Saya ingin menyampaikan bahwa laporan kepada pimpinan Polri adalah saya yang pertama kali membukanya. Saya yang pertama kali membuka fakta itu," ungkap Irfan, dikutip dari Tribunjakarta.com, Jumat (16/12/2022).
Laporan yang disampaikan ke Polri tersebut terkait adanya tindakan pengamanan DVR CCTV di sekitar lokasi kejadian pembunuhan Brigadir J, yakni di Kompleks Polri Duren Tiga.
Irfan melakukan pelaporan pada 21 Juli atau beberapa pekan setelah tewasnya Brigadir J dengan tujuan membantu penyidik Breskrim Polri untuk mengungkap kasus tersebut.
Baca juga: Sedih jadi Terdakwa Kasus Tewasnya Yoshua, Irfan Widyanto: Saya Hanya Jalankan Perintah
Pelaporan tersebut Irfan lakukan setelah Kuasa Hukum dari Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak membuat laporan dahulu terkait adanya pembunuhan berencana.
"Artinya 3 hari setelah ada LP (Lporan Polisi) itu saya sudah melaporkan fakta yang sebenarnya dengan asumsi seharusnya dengan fakta yang kami laporkan ke pimpinan Polri, itu sudah bisa bantu penyidikan yang dilakukan Bareskrim terhadap LP 340," kata dia.
Irfan menyampaikan pada Polri terkait siapa saja yang terlibat dalam pengamanan DVR CCTV di Kompleks Polri, Duren Tiga.
Perdebatan Panas Antara JPU dan Kubu Irfan Widyanto
Perdebatan panas terjadi di dalam ruang sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J.
Persidangan panas tersebut terjadi antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan kubu terdakwa Irfan Widyanto.
Bermula ketika JPU yang akan menunjukkan surat hasil pemeriksaan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) milik Hendra Kurniawan.
Namun, pihak dari Irfan Widyanto yakni Kuasa Hukumnya tidak menyetujui hal tersebut.
Lantaran Hendra Kurniawan saat ini datang hanya sebagai saksi, bukan terdakwa.
"Mohon jaksa penuntut untuk tidak bergeser ke persidangan ini menjadi pemeriksaan terdakwa, itu majelis," ungkap kuasa hukum dari Irfan Widyanto.
Baca juga: Irfan Widyanto Tak Punya Surat Perintah Sah saat Ambil DVR CCTV, Pinjam Uang Teman untuk Mengganti
Namun, JPU tetap ingin menyampaikan poin-poin penting dari hasil sidang KKEP Hendra Kurniawan.
JPU bertanya kepada Hendra apakah dirinya tahu mengenai hasil sidang KKEP-nya.
Kemudian Hendra mnejawab tidak pernah tahu.
"Saya ingin tanyakan ini Yang Mulia. Apakah saudara saksi diberikan tembusan terhadap hasil pemeriksaan kode etik saudara?," tanya JPU.
"Tidak pernah diberikan," jawab Hendra.
"Tidak pernah diberikan, tapi saudara mengetahui hasilnya?," ucap jaksa.
"Tidak pernah tahu," ucap Hendra.
Baca juga: Hendra Kurniawan Mengaku Tak Kenal Irfan Widyanto saat Datang ke TKP usai Brigadir J Dieksekusi
"Tapi saudara melakukan upaya hukum?," tanya lagi JPU.
"Jangan buat opini Yang Mulia, ini masih ada upaya hukum," potong kuasa hukum dari Irfan Widyanto dengan nada tinggi.
"Makanya saya tanya dulu, jangan dipotong saya dulu saudara penasihat hukum," timpal jaksa.
Di tengah-tengah perdebatan panas tersebut, salah satu JPU yang berambut putih langsung menunjukkan jempol ke bawah.
Di mana gestur tersebut menggambarkan kata 'cemen' dan ditunjukkan pada pihak Irfan Widyanto.
Kemudian karena dirasa keadaan sudah tidak kondusif, Hakim Wahyu Imam Santoso pun menengahi dan meminta semua pihak diam terlebih dahulu.
Baca juga: Hendra Kurniawan: Tak Ada Nama Irfan Widyanto dalam Surat Perintah Penyelidikan Kematian Brigadir J
"Bukan begitu, kami keberatan makanya kami interupsi!," kata pihak Hendra.
"Anda silakan sampaikan ke majelis hakim, anda silakan sampaikan ke majelis hakim," balas jaksa.
"Santai saja," timpal penasihat hukum Hendra.
"Ini kesempatan saya untuk bertanya," ucap JPU.
"Saudara diam! Saudara diam!," tegas Hakim Wahyu Imam Santoso, Jumat (16/12/2022).
(Tribunnews.com/Rifqah/Rizki Sandi Saputro/Abdi Ryanda Shakti/Rina Ayu Panca Rini) (Tribunjakarta.com/Annas Furqon Hakim) (Kompas.com/Adyasta Dirgantara)