Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bentangkan Payung Hitam, Puluhan Korban Penyiksaan Tuntut Undang-Undang Perlindungan PRT Disahkan

Bentangkan payung hitam di Taman Pandang Istana Merdeka, korban penyiksaan uuntut Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga segera disahkan

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Bentangkan Payung Hitam, Puluhan Korban Penyiksaan Tuntut Undang-Undang Perlindungan PRT Disahkan
Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Puluhan payung hitam tampak berjejer di Taman Pandang Istana Merdeka, Jakarta pada hari ini, Rabu (21/12/2022). Payung hitam ini jadi simbol keresahan para pekerja rumah tangga (PRT) perempuan. Mereka resah sebab Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT tak kunjung disahkan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan payung hitam tampak berjejer di Taman Pandang Istana Merdeka, Jakarta pada hari ini, Rabu (21/12/2022).

Di payung hitam itu terlukis keresahan para pekerja rumah tangga (PRT) perempuan.

Mereka resah sebab Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT tak kunjung disahkan.

"Sahkan RUU PPRT!" sebagaimana tertulis di puluhan payung hitam tersebut.

Padahal RUU tersebut dapat menjadi  landasan perlindungan kuat bagi para PRT yang kerap termarjinalkan.

Oleh sebab itulah mereka merasa berduka dan mengekspresikannya dengan warna hitam.

Sedangkan payung, menjadi simbol perlindungan bagi mereka.

BERITA REKOMENDASI

"Kami berduka karena sudah 20 tahun. Payung itu perlindungan dari negara untuk mendapat hak ekonomi dan proteksi fisik, termasuk dari tendangan-tendangan majikan," ujar Koordinator Koalisi Sipil untuk Perlindungan PRT, Eva Kusuma Sundari.

Dari penantian panjang selama 20 tahun, para PRT kembali menyuarakan dengan lantang keresahan dalam aksi damai pada hari ini.

Baca juga: PRT Indonesia di Hong Kong Ditelantarkan Majikan Karena Positif Covid-19, Ini Upaya Pemerintah

Secara garis besar, ada dua tuntutan utama yang disampaikan.

Pertama, meminta agar Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani mendengarkan suara para korban tindak kekerasan terhadap PRT.

Kedua, mereka menuntut agar Presiden dan DPR RI mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT.


"Mendesak  Presiden dan Ketua DPR  bersuara mendukung pengesahan UU PPRT demi menghentikan kekerasan dan praktek perbudakan modern terhadap ibu-ibu PRT," kata Eva.

Sebagai informasi, RUU ini baru memasuki tahap pembahasan di DPR pada 2010 sejak diwacanakan pada 2004.

RUU tersebut terdiri atas 12 bab dan 34 pasal dan diketahui pembahasannya mangkrak selama 18 tahun.

Sepanjang 2011 hingga 2012, Komisi Ketenagakerjaan DPR itu telah melakukan riset di 10 kabupaten/ kota, uji publik di 3 kota, hingga studi banding ke dua negara. Pada 2013, draf RUU akhirnya diserahkan ke Baleg.

RUU Perlindungan PRT saat ini sudah menjadi RUU usul inisiatif DPR pascadisetujui Badan Legislasi (Baleg) DPR pada rapat Panja RUU Perlindungan PRT, Rabu (1/7/2020).

Baca juga: Pemerintah Dukung Penegakan Hukum Terhadap Majikan Malaysia Yang Tolak Bayar Gaji PRT Indonesia

Sementara dari pihak pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan percepatan pengesahan RUU ini.

Sebab, dapat menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan.

Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi mengatakan terutama dalam melindungi para pekerja domestik atau PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4,2 juta orang. 

"Percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT ini penting, sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja rumah tangga. Dengan lahirnya UU PPRT ini kita ingin persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini bisa kita selesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas,"  kata Anwar Sanusi di kantor Kementerian Ketenagakerjaan pada Jumat (30/9/2022)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas