Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Pidana: Tidak Ada Bukti Visum dalam Dugaan Kekerasan Seksual bukan Berarti Tak ada Kejahatan 

Ahli hukum pidana tegaskan jika dalam proses pembuktian hasil visum tidak dilakukan, bukan berarti tindak kejahatannya menjadi tidak ada.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Ahli Pidana: Tidak Ada Bukti Visum dalam Dugaan Kekerasan Seksual bukan Berarti Tak ada Kejahatan 
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Mahrus Ali saat dihadirkan kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai ahli meringankan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Mahrus Ali menyatakan, dalam tindak pidana dugaan kekerasan seksual sejatinya harus dibuktikan dengan alat bukti minimal hasil visum dari korban.

Bukti visum itu diperlukan untuk kepentingan jaksa penuntut umum (JPU) membuktikan tindak pidana yang terjadi.

Hal itu diungkapkan Mahrus saat dihadirkan oleh kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai ahli meringankan dalam sidang, Kamis (22/12/2022).

"Satu-satunya bukti yang biasa dihadirkan oleh Jaksa biasanya visum, tetapi kalau visum gak ada gimana? Pertanyaan saya begini, visum itu gak ada terkait dengan tantangan yang lebih berat yang dihadapi Jaksa untuk membuktikan," kata Mahrus dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Akan tetapi, jika dalam proses pembuktian hasil visum tersebut tidak dilakukan, bukan berarti tindak kejahatannya menjadi tidak ada.

"Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan," kata Mahrus.

Sebab kata dia, dalam kasus dugaan kekerasan seksual kerap kali korban yang diduga mengalami tersebut tidak mau melapor.

Berita Rekomendasi

Beberapa faktor disebut Mahrus menjadi pemicu, salah satunya soal rasa takut karena adanya tekanan dari pihak-pihak lain.

"Karena gini yang mulia, dalam perspektif victimology korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor, banyak faktor," kata dia.

Oleh karenanya, dia menegaskan, hasil visum memang menjadi alat bukti paling utama dalam tindak pidana dugaan kekerasan seksual.

Namun jika tidak ada bukti visum tersebut, bukan berarti tindak kejahatannya menjadi hilang atau tidak ada.

Salah satu upaya yang bisa dibuktikan yakni kata dia, dengan hasil tes psikologi yang dilakukan terhadap korban.

"Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya? Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, ga ada setelah diperkisa itu ketawa-tawa ga ada, maka gimana cara membuktikan? Hadirkan saksi psikologi untuk menjelaskan itu," tukas dia.

Baca juga: Pengacara Putri Candrawathi Simpulkan Pelecehan Seksual di Magelang Benar Terjadi, Ada 4 Alat Bukti

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas