UU ITE Masih Jadi Senjata Ampuh Membungkam Kritik
PSHK mengkritik Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai masih dipakai sebagai senjata ampuh untuk membungkam kritik.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Rizky Argama mengatakan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan senjata ampuh untuk membungkam kritik.
"Mengenai pasal penghinaan dan pencemaran nama baik yang diatur di Pasal 27 UU ITE itu masih senjata ampuh untuk membungkam kiritik," kata Rizky dalam acara peluncuran laporan studi PSHK bertajuk 'Perlindungan Civic Space di Indonesia' yang digelar virtual, Rabu (21/12/2022).
Rizky menuturkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) pada tahun 2021.
SKB itu, yakni tentang pedoman kriteria implementasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Rizky, SKB tersebut secara substansi memberikan batasan-batasan agar UU ITE tidak lagi menjadi pasal karet.
"Walaupun tentu kalau kita lihat pasalnya sendiri masih berlaku," ujarnya.
Dia mencontohkan beberapa kasus seperti yang dihadapi Dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Saiful Mahdi.
Aktivis Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca juga: DPR Bacakan Surpres Revisi UU ITE yang Telah Dikirim Pemerintah Tahun Lalu
"Dalam beberapa kasus mislanya kasus dosen di Aceh Saiful Mahdi dan juga kasus haris Azhar dan Fatia SKB atau panduan dalam SKB tersebut masih diabaikan," ucapnya.