Pemerintah akan Larang Penjualan Rokok Ketengan, YLKI: Patut Diapresiasi, Jangan Jadi Macan Ompong
YLKI Tulus Abadi mengapresiasi rencana pemerintah yang akan larang penjualan rokok batangan, bisa jadi efektif untuk efektivitas kenaikan cukai rokok.
Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi memberikan beberapa catatan terkait larangaan penjualan rokok ketengan atau eceran dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tulus mengatakan larangan penjualan rokok secara ketengan merupakan kebijakan yang patut diapresiasi.
Menurutnya, kebijakan ini cara pengendalian yang efektif untuk menurunkan prevelensi merokok di Indonesia.
"Satu cara pengendalian yang efektif untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia."
"Khususnya di kalangan rumah tangga miskin, anak-anak, dan remaja," ungkap Tulus kepada Tribunnews.com, Selasa (27/12/2022).
Baca juga: YLKI Sambut Positif Kenaikan Cukai 10 Persen 2023-2024, Minta Pemerintah Larang Jual Rokok Ketengan
Tulus juga mengatakan, penjualan rokok ketengan atau eceran merupakan cara yang efektif untuk efektivitas kenaikan cukai rokok.
Selama ini kenaikan cukai rokok tidak efektif untuk menurunkan prevelensi dan konsumsi rokok.
Pasalnya, rokok masih dijual dengan cara ketengan.
"Larangan penjualan ketengan juga efektif untuk efektivitas kenaikan cukai rokok."
"Sebab selama ini kenaikan cukai tidak efektif untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi rokok, karena rokok masih dijual secara ketengan, diobral seperti permen, sehingga harganya terjangkau," ungkap Tulus.
Baca juga: Jual Rokok Ketengan Dilarang, Anggota DPR: Bagaimana Mengawasinya?
Tulus menambahkan, larangan penjualan rokok secara ketengan tersebut juga sejalan dengan spirit yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
"Dalam UU Cukai disebutkan bahwa barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi," ungkapnya.
Sementara itu, kata Tulus, hal yang harus diawasi adalah praktik di lapangannya, termasuk apakah ada sanksi bagi yang melanggar.
"Jangan sampai larangan penjualan ketengan ini menjadi macan ompong," tegas Tulus.