5 Keterangan Ahli Meringankan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi: Soal Motif Pembunuhan hingga Visum
Keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim, saat menjadi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Penulis: Nuryanti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
“Tapi kalau dia normal, pasti mendidih darahnya itu, memuncak kemarahannya, karena itu adalah harkat martabat yang harus dipertahankan," imbuhnya.
4. Pemberi Perintah Tak Bisa Dipidana
Said Karim menyebut, Ferdy Sambo tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Hal ini merujuk atas singgungan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah, soal perintah 'hajar' yang diklaim disalahartikan oleh Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dengan menembak Brigadir J.
"Dalam situasi penganjur menganjurkan untuk melakukan sesuatu perbuatan, katakanlah dia menganjurkan untuk memukul ya."
"Tapi ternyata kemudian karena yang bersangkutan yang disuruh itu pelaku peserta memiliki senjata api dia tidak memukul malah langsung dia tembak, dia tembak lagi biasanya kan orang menembak berkualifikasi mulai dari kaki."
"Dia akan menembak langsung ke daerah yang mematikan," kata Said Karim.
"Tapi dia langsung menembak pada bagian yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, mungkin daerah perut atau jantung dan memang sasaran mematikan," lanjutnya.
Baca juga: Ferdy Sambo Tak Bersedia Jadi Saksi Perkara Putri Candrawathi, Putri juga Tak Mau Jadi Saksi Sambo
Said Karim menambahkan, konsekuensi hukum soal adanya perbedaan tindakan untuk perintah yang disalahartikan oleh orang yang diberi perintah, maka pemberi perintah dalam hal ini tidak bisa dipidana.
"Jadi dalam hal yang seperti ini menurut pengetahuan hukum yang saya pahami, penganjur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap pidana terhadap perbuatan yang tidak dia anjurkan, tidak bisa," terangnya.
5. Soal Tak Adanya Visum
Sementara itu, tim penasihat hukum Putri Candrawathi sempat mempertanyakan soal pentingnya visum dalam pembuktian kasus kekerasan seksual.
Mengenai hal itu, Said Karim mengatakan, tak adanya visum bukan berarti bahwa peristiwa kekerasan seksual tidak terjadi.
"Tidak berarti dengan tidak adanya visum, bahwa ini dianggap tidak benar terjadi," katanya, Selasa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.