Ahli Pidana Enggan Jawab Pertanyaan Jaksa Terkait Jeda Waktu Satu Hari Sebelum Tewasnya Brigadir J
Said Karim sendiri dihadirkan di persidangan sebagai ahli meringankan oleh tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim enggan menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait perspektif kriminologi ada jeda waktu satu hari sebelum tewasnya Brigadir J di Duren Tiga.
Said Karim sendiri dihadirkan di persidangan sebagai ahli meringankan oleh tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Dalam lanjutan sidang pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Awalannya dalam persidangan JPU bertanya kepada Said Karim bahwa dari tanggal 7 Juli malam dia (Ferdy Sambo) mendengar sesuatu yang mengguncang jiwanya.
Kemudian dia melaksanakan kehendaknya 8 Juli petang. Ada waktu jeda hampir 24 jam lebih.
"Menurut ahli dalam kacamata ahli kriminologi itu waktu yang memadai tidak saya tidak pertanyaan perspektif hukum tetapi kriminologi," tanya JPU di persidangan PN Jaksel, Selasa (3/1/2023).
"Saya jawab singkat bapak (JPU) jangan geser keterangan saya. Tadi saya sudah jelaskan dalam perspektif hukum itu sudah jelas semua juga tahu dengan membaca literatur hukum," jawab Said.
Said melanjutkan," Kalau bapak baca itu dan menanyakan dalam persepektif kriminologi. Bahwa kriminologi itu hanya sebagai ilmu pembantu dalam hukum pidana."
"Tetapi untuk pembuktian terjadi tindak pidana itu penerapan pasal-pasal kita tidak bisa menggunakan kriminologi. Yang kita gunakan hukum acara pidana bersesuain tidak terbukti tidak unsur-unsurnya," jelas Said.
Kemudian Said menegaskan jika JPU tetap ingin kekeh jawabannya dalam perspektif kriminologi. Said mengungkapkan enggan untuk menjawabnya.
Baca juga: Penasihat Hukum Ferdy Sambo Sebut Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Rapuh
"Jangan bawa hal itu (Kriminologi) jadi salah kamar nanti. Mohon maaf kalau bapak itu yang masih bapak pertanyaannya lebih lanjut dengan segala hormat saya tidak berkenan menjawabnya," tutupnya.
Sebelumnya dalam persidangan ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim mengungkapkan bahwa untuk menilai tenang pelaku pembunuh berencana membutuhkan keterangan dari ahli psikologi forensik.
"Sebenarnya kalau kita bicara dalam keadaan tenang secara umum kita dapat memahami kapan seseorang itu dalam keadaan tenang atau tidak," kata Said di persidangan.
Said melanjutkan tadi dirinya telah menggambarkan bahwa suadara Ferdy Sambo mendapatkan pemberitahuan bahwa istrinya diperkosa.
Dirinya yakin tidak ada ketenangan dalam diri terdakwa Ferdy Sambo.
"Tetapi kalau menjelaskan tenang atau tidaknya dalam konteks kejiwaan. Maka tadi sudah saya jelaskan itu akan diperkuat atau diyakinkan oleh ahli psikologi forensik," jelasnya.
Kemudian Said berbicara ketenangan ia mencontohkan mendengar anak sakit atau jatuh misalnya tertabrak di depan rumah bagaimana bisa tenang.
"Itu baru contoh apa lagi kalau mendengar yang diterima oleh saudara Ferdy Sambo," ungkapnya.
Dalam persidangan Said Karim juga menilai bahwa perlu adanya ketenangan dalam perkara pembunuhan berencana dari mulai niat hingga eksekusi.
"Tentu saja yang bapak penasihat hukum pertanyaankan ada dalam dakwaan tuduhan pembunuhan berencana. Jadi ketenangan itu harus mulai saat timbulnya niat melakuan pembunuhan dan pelaksanaan," kata Said di persidangan.
Said melanjutkan kemudian memikirkan bagaimana bentuk pembunuhan itu dilakukan dengan cara bagaimana, dimana akan dilakukan dan kapan waktunya.
"Tentu itu disyaratkan adanya ketenangan dalam hal ini juga aku dilakukan oleh pelaku. Jadi ketenangan itu mulai dari timbulnya niat sampai dengan pelaksanaan," tutupnya.