VIDEO Pengamat Politik Ray Rangkuti Tolak Penerapan Sistem Proporsional Tertutup, Ini Alasannya
Ray Rangkuti mengatakan, sistem tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi Indonesia oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008 lalu.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 mendatang.
Ray Rangkuti mengatakan, sistem tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi Indonesia oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008 lalu.
Selain itu, Ray Rangkuti menyebutkan, sistem tersebut tidak memberikan keleluasaan masyarakat memilih wakilnya untuk memperjuangkan aspirasi untuk dijadikan kebijakan.
Ray Rangkuti menduga penerapan Sistem Proporsional Tertutup merupakan skenario menyempitkan jumlah peserta pemilihan umum (Pemilu).
"Saya khawatir, penerapan soal proporsional tertutup bagian dari skenario dalam menyempitkan peserta Pemilu," kata Ray Rangkuti saat ditemui di Kantor ParaSyndicate, Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023).
Ia menjelaskan, jika sistem tersebut diterapkan, partai baru tidak akan mendapatkan apapun dalam Pemilu.
"Jadi sudah proporsional tertutup. Partai populer akan terpilih, partai baru enggak akan dapat apapun," jelasnya.
Ray Rangkuti mengatakan partai baru akan sulit terpilih.
"Karena orang enggak lihat calegnya. Partai kurang sosialisasi, terus ditambah dengan parameter 4 persen," katanya.
Menurutnya, jika sistem proporsional terbuka diterapkan, partai yang tidak begitu populer dan kekurangan dana akan terbantu dengan kinerja Calegnya.
"Partai yang tidak begitu populer, duitnya tidak banyak itu terbantu dari kinerja Caleg-calegnya di bawah. Mereka kan kerahkan Caleg," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan dugaannya perihal sistem proporsional tertutup sebagai skenario agar mempersempit jumlah peserta partai politik.
"Tidak lebih dari lima (partai politik). Nah siapa itu? Ya kita lihat aja di survei," tegasnya.(*)