Perludem: Kerangka Hukum Pemilu Indonesia Tidak Tersedia untuk Sistem Proporsional Tertutup
Menurutnya, jika sistem tersebut dipaksakan bisa terjadi kekacauan pada Pemilu 2024.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai sistem hukum pemilu di Indonesia yang ada hari ini tidak mampu menopang sistem pemilihan proporsional tertutup.
Setidaknya ada dua alasan yang dikemukakan Titi.
Pertama, kata dia, sistem proporsional tertutup yang semestinya memberi ruang daulat kepada anggota untuk ikut menentukan siapa yang berada di nomor satu, nomor dua, dan seterusnya tidak ada.
Kedua, kata dia, dalam penegakan hukum dalam konteks pencalonan saat ini penegakan hukum yang ada hanyalah terkait jual beli suara saat proses masa kampanye, pemungutan suara, dan lainnya.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Solidarity Talk bertajuk Pro-Kontra Sistem Proporsional Tertutup di Basecamp DPP PSI Jakarta Pusat pada Kamis (5/1/2023).
"Jadi adaptasi kerangka hukum pemilu kita, tidak tersedia untuk sistem proporsional tertutup. Karena desain Undang-Undang Pemilu untuk proporsional terbuka," kata Titi.
Baca juga: Plt Ketua Umum PPP Mardiono: Kami Sudah Berpengalaman Ikut Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
Menurutnya, jika hal tersebut dipaksakan bisa terjadi kekacauan pada Pemilu 2024.
Hal tersebut, kata dia, karena komponen-komponen lain dalam penyelenggaraan pemilu menjadi dikesampingkan.
"Jadi kalau tiba-tiba kita datang ke Mahkamah Konstitusi hanya berorientasi soal metode pemberian suara dan penentuan calon terpilih, maka dia meninggalkan komponen-komponen yang lain. (Pileg) 2024 bisa kacau balau," kata dia.