Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD Minta Propam Periksa Penyidik Polresta Bogor yang Tangani Kasus Perkosaan di KemenkopUKM

Divisi Propam Polri diminta untuk melakukan pemeriksaan kepada penyidik Polresta Bogor yang tangani kasus perkosaan pegawai di KemenkopUKM.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Daryono
zoom-in Mahfud MD Minta Propam Periksa Penyidik Polresta Bogor yang Tangani Kasus Perkosaan di KemenkopUKM
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan RI (Menkopolhukam) Prof Mahfud MD saat ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Minggu (8/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA, - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan berdasarkan hasil rapat koordinasi pada Rabu (18/1/2023) Divisi Propam Polri diminta untuk melakukan pemeriksaan kepada penyidik Polresta Bogor yang menangani kasus perkosaan pegawai di lingkungan KemenkopUKM.

Mahfud mengatakan pemeriksaan tersebut perlu dilakukan karena penyidik tersebut sejak awal sangat tidak profesional.




"Rapat koordinasi tadi juga meminta kepada Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional," kata Mahfud di akun Instagramnya @mohmahfudmd pada Rabu (18/1/2023).

Baca juga: Mahfud MD akan Dorong Kasus Perkosaan di Kemenkop UKM Diproses lagi Meski Telah Menang Praperadilan

Mahfud mengatakan ketidakprofesionalan yang dilakukan adalah karena mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan surat yang berbeda ke alamat yang berbeda, dan alasan yang berbeda pula.

Surat pemberitahuan SP3 yang diberikan penyidik kepada jaksa, kata dia, menyatakan perkara dihentikan karena restorative justice.

Tetapi, lanjut dia, surat pemberitahuan kepada korban menyatakan bahwa SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti.

BERITA TERKAIT

"Satu kasus yang sama diberi alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda," kata Mahfud.

Ia menjelaskan ada beberapa syarat terkait penggunaan alasan restorative justice menurut peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 dalam pasal 12 yang berlaku ketika kasus tersebut diproses.

Kasus-kasus yang bisa diberi restorative justice, kata dia, adalah kasus yang apabila diberi restorative justice tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapatkan penolakan dari masyarakat.

"Syarat ini tidak dipenuhi," kata Mahfud.

Selain itu, kata dia, penyidik perkara tersebut perlu diperiksa karena telah memberikan penjelasan yang oleh hakim praperadilan dijadikan dasar bahwa pencabutan SP3 hanya berdasarkan hasil rakor di Kemenko Polhukam.

Baca juga: Kasus Rudapaksa Eks Pegawai Kemenkop, Komnas Perempuan Sebut Sudah Komunikasi dengan Pihak Korban

Sebab, kata dia, dalam faktanya, rakor di Kemenko Polhukam hanya menyamakan persepsi bahwa penanganan terhadap kasus tersebut salah, sedangkan pro justisianya agar dibicarakan melalui gelar perkara internal di Polresta Bogor dilakukan.

Menurut informasi yang sampai kepadanya, proses di internal Polresta Bogor untuk melaksanakan keputusan rakor Kemenko Polhukam tersebut sudah dilakukan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas