Fahri Hamzah Sebut Anggaran Desa Tidak Cukup Rp 1 M, Harus Ada Presiden yang Berani Ajukan Rp 5 M
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan masa depan pembiayaan pembangunan Indonesia ada di desa.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan masa depan pembiayaan pembangunan Indonesia ada di desa.
Fahri menuturkan saat ini justru terlalu banyak anggaran yang terpotong di tingkat pemerintah pusat daripada di desa.
"Menurut saya masa depan pembiayaan pembangunan kita itu di desa aja," kata Fahri dalam diskusi daring Gelora Talks, Rabu (25/1/2023).
"Terlalu banyak yang kita potong untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Sementara desa itu mendapatkan terlalu sedikit," jelasnya.
"Rp 1 Miliar (per) satu desa itu terlalu sedikit," sambung Fahri.
Baca juga: Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa, MPO APDESI: Ini Godaan Parpol dan Politisi Jelang Pemilu 2024
Menurutnya, harus ada Presiden yang berani menjanjikan peningkatan jumlah anggaran desa.
"Bahkan harus ada Presiden yang berani menjanjikan kalau dia terpilih Rp 5 Miliar setiap desa misalnya," tuturnya.
Fahri mengatakan peningkatan anggaran desa harus meningkat agar pengelolaan desanya juga meningkat.
"Masifnya pembangunan desa, terutama infrastruktur desa. Baik jalan, jembatan, pencahayaan, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain sebagainya termasuk kebersihan sehingga desa kita itu bersinar," kata Fahri.
Menurut dia hal itu juga tentu akan memengaruhi pengelolaan kebersihan di setiap desa di Indonesia agar dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
"Desa kita mengeluarkan cahaya karena bersih. Sungainya bersih. Got-gotnya bersih. Harus dan sebagainya. Barulah dia bisa menjadi tujuan kunjungan wisatawan dan sebagainya," kata Fahri Hamzah.
Sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO APDESI), Muhammad Asri Anas, angkat bicara soal wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Anas menilai wacana tersebut merupakan goodan dari partai politik (parpol) dan para politisi menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Dia mengatakan partai politik dan politisi yang menggaungkan wacana perpanjangan periode itu tidak berdinamika membicarakan substansi.
"Kami menganggap bahwa ini godaan dari, ya mohon maaf ya, saya sebut saja partai politik, politisi ini kok enggak berdinamika bicara tentang substansi," kata Anas dalam diskusi Gelora Talks, Rabu (25/1/2023).
Menurutnya, partai politik dan politisi terkesan mencari suara melalui godaan yang ditujukan kepada para Kepala Desa dan Badan Permusyatawatan Desa (BPD).
"Lebih pada menggoda teman-teman Kepala Desa dan BPD bagaimana memperpanjang masa jabatan," jelasnya.
Anas mengatakan hal tersebut tidak benar untuk dilakukan.
Terlebih ia menjelaskan hal itu membuat APDESI terbelah.
"Ada yang tergoda (perpanjangan masa jabatan) dan ada yang menganggap udah 6 tahun 3 periode udah cukup. Udah luar biasa itu kalau periodisasi," tutur Anas.
Ribuan Kepala Desa Demo di Gedung DPR
Hari ini ribuan perangkat desa dan sejumlah kepala desa se-Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Tasikmalaya turut berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (25/1/2023).
Target aksi unjuk rasa mereka yakni di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Gedung DPR RI.
Para perangkat desa ini membawa tiga tuntutan dalam aksinya.
Meliputi meminta kejelasan status perangkat desa, meminta peningkatan kesejahteraan perangkat desa, dan meminta penerbitan Nomor Induk Perangkat Desa (NPID) nasional.
"Tuntutan ada tiga, ingin kejelasan status perangkat desa, kesejahteraan perangkat desa, dan Penerbitan Nomor Induk Perangkat Desa secara keseluruhan," kata Korlap PPDI Kabupaten Tasikmalaya, Diana Budiman.
Budiman menyampaikan berdasarkan manifes ada sebanyak 1.562 perangkat desa Tasikmalaya yang berangkat ke Jakarta.
Mereka mewakili 351 desa yang ada di Tasikmalaya. Ribuan perangkat desa ini berangkat dengan 40 bus dan 11 mobil.
"Di manifes sampai saat ini 1.562 orang, tersebar dari 351 desa. Dengan kekuatan armada bus itu, tadi sore itu 40 bus dan 11 mobil kecil," tuturnya.
Sebelumnya, ribuan kepala desa dari berbagai daerah di Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Para kepala desa ini menuntut DPR RI agar melakukan revisi terhadap UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terkait masa jabatan.
Robi Darwis, Kepala Desa Poja, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan pihaknya meminta DPR untuk merevisi UU Desa agar masa jabatannya yang semulanya 6 tahun menjadi 9 tahun.
"Saya menghadiri acara ini dengan meminta kepada pemerintah pusat bapak presiden dan Ketua DPR RI, kami minta agar UU 2014 ini direvisi jadi jabatan kades 9 tahun. Itu harapan kami," kata Robi di depan Gedung DPR RI.
Menurut Robi, masa jabatan 6 tahun untuk kepala desa sangat singkat karena kerap memunculkan persaingan politik.
"Karena selama 6 tahun itu kami tetap ada persaingan politik, harapan kami ketika 9 tahun jabatan Kades, maka persaingan politik agak kurang karena waktu cukup lama," ujarnya.
Ia pun mengancam pihaknya akan kembali menggelar aksi besar-besaran apabila DPR tak merevisi UU Desa.
"Apabila jabatan kami tidak direvisi, maka kami seluruh Kades yang ada di Indonesia, kami siap aksi damai besar-besaran di Gedung DPR RI," ucap Robi.