ICW Nilai Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa akan Menyuburkan Oligarki dan Politisasi Desa
Perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun patut ditolak DPR dan pemerintah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun patut ditolak DPR dan pemerintah.
Menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, selain bernuansa politis dengan tukar guling dukungan menuju kontestasi pemilu 2024, usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa.
"Sebaliknya, akomodasi atas usulan tersebut akan menyuburkan oligarki di desa dan politisasi desa," katanya lewat keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).
Kurnia mengungkapkan bahwa desa hari ini masih dilingkupi sejumlah masalah, mulai dari tata kelola keuangan yang masih eksklusif dari partisipasi bermakna (meaningful participation) masyarakat hingga korupsi.
Baca juga: Fahri Hamzah: Lebih Baik Tambah Dana Desa daripada Masa Jabatan Agar Anak Muda Minat Jadi Kades
Akibatnya, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa belum optimal.
Oleh karena itu, menurut Kurnia, pengambil kebijakan, baik itu eksekutif maupun legislatif, seharusnya fokus urun rembuk membenahi regulasi dan sistem yang efektif meningkatkan kemajuan pembangunan desa, termasuk di dalamnya mereduksi potensi korupsi.
"Bukan menyambut usulan yang justru akan memperburuk masalah di desa," ujarnya.
Kurnia membeberkan bahwa tren penindakan korupsi yang diinventarisir ICW setiap tahun menunjukkan fenomena mengkhawatirkan terkait dengan desa.
Korupsi di level desa konsisten menempati posisi pertama sebagai sektor yang paling banyak ditindak atas kasus korupsi oleh aparat penegak hukum sejak 2015-2021.
"Sepanjang tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp433,8 miliar," ungkapnya.
Korupsi di Desa Meningkat?
Kurnia mengatakan korupsi yang makin meningkat di desa berjalan beriringan dengan peningkatan alokasi dana yang cukup besar untuk membangun desa.
Sejak 2015-2021, dipaparkannya, Rp400,1 triliun dana desa telah digelontorkan untuk keperluan pembangunan desa, baik dalam hal pembangunan fisik maupun manusia melalui program pengembangan masyarakat dan penanganan kemiskinan ekstrim.