Perppu Cipta Kerja Dinilai Bentuk Pelanggaran Putusan MK dalam Perkara Pengujian Formil UU Ciptaker
Kepal melakukan pengaduan konstitusional Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Ciptaker.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Pembela Hak Konstitusional (Kepal) menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Kepal melakukan pengaduan konstitusional Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Ciptaker.
Kuasa Hukum Kepal Putra Rezeki Simatupang menilai pembentukan Perppu Ciptaker ini merupakan bentuk pelanggaran atas putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja.
“Karena bagi Kepal, pembentuan Perppu Cipta Kerja adalah bentuk pelanggaran atas putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja, sehingga Mahkamah Konstitusi seharusnya mengeluarkan fatwa,” kata Putra Rezeki Simatupang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Ia mengatakan bahwa pelanggaran putusan MK dalam perkara Pengujian Formil UU Cipta Kerja yang terbaru dan berakibat fatal adalah dengan diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diterbitkan oleh Pemerintah pada 30 Desember 2022 lalu.
Hal itu, kata dia, merupakan pelanggaran yang berakibat fatal, karena putusan MK jelas menyatakan bahwa UU Cipta Kerja harus dilakukan perbaikan selama waktu 2 tahun.
“Namun Pemerintah Republik Indonesia mencari jalan pintas dengan mengeluarkan Perpu Cipta Kerja,” ucap Putra Rezeki.
Sementara itu, Penasihat Senior IHCS sekaligus Perwakilan Kepal, Gunawan mengatakan bahwa berdasarkan pemantauan yang dilakukan pihaknya, telah terjadi pelanggaran putusan MK dengan tidak melakukan penangguhan tindakan atau kebijakan strategis dan pembentukan aturan pelaksana terkait UU Cipta Kerja.
Sehingga, kata dia, tidak saja menciptakan hilangnya jaminan kepastian hukum bagi rakyat tetapi juga berdampak langsung kepada rakyat.
“Seperti permasalahan upah dan PHK massal buruh, kebun dan tambang di kawasan hutan, impor pangan, penanaman modal asing di pertanian holtikultura, akses nelayan ke wilayah pengelolaan perikanan, food estate, Bank Tanah, dan hambatan bagi reforma agraria,” ujarnya.
Untuk itu, Gunawan mengatakan bahwa pihaknya mengajukan Pengaduan Konstitusional dan Permohonan Fatwa atas Putusan MK dalam pengujian formil UU Cipta Kerja.
Dia pun berharap agar Mahkamah dapat menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional permanen.
Selain itu, Gunawan juga meminta agar mahkamah mengeluarkan fatwa atas putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja.
Sebagai informasi, Komite Pembela Hak Konstitusional kembali mengajukan Pengaduan Konstitusional ke Mahkamah Konstitusi pada hari ini, Jumat (27/1/2023).
Pengaduan yang kedua ini sekaligus menindaklanjuti Pengaduan Konstitusional Atas Adanya Pelanggaran Hak Konstitusional akibat pelanggaran putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja dan Permohonan Fatwa Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran tersebut.
Baca juga: Belum Menyerah, Kepal Kembali Adukan Perppu Cipta Kerja ke MK
Adapun pengaduan itu teregister dengan Nomor Pengaduan: NUPP Konsultasi No. 558 tertanggal 15 Desember 2022.
Adapun Para Pengadu yang Tergabung dalam KEPAL diantaranya :
Organisasi :
1. Aliansi Organis Indonesia (AOI)
2. Aliansi Petani Indinesia (API)
3. Bina Desa
4. FIAN Indonesia
5. FIELD Indonesia (Yayasan Daun Bendera Nusantara)
6. IHCS Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS)
7. Indonesia for Global Justice (IGJ)
8. Institute for Ecosoc Rights
9. Jaringan Masyarakat Tani Indonesia ( JAMTANI)
10. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)
11. Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRUHA)
12. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)
13. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
14. Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
15. Sawit Watch (SW)
16. Serikat Nelayan Indonesia (SNI)
17. Serikat Petani Indonesia (SPI)
18. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS)
Sementara dari perseorangan ialah Muhammad Karim selaku Akademisi.