Sosialisasikan UU TPKS, Otto Hasibuan: Hak Asasi Manusia Harus Diproteksi oleh Negara
Peradi dan UKI menghelat seminar nasional bertajuk “Proteksi Diri dari Predator Seksual“ secara hybrid.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) menghelat seminar nasional bertajuk “Proteksi Diri dari Predator Seksual“ secara hybrid.
Ketua Umum (Ketum) DPN Peradi, Otto Hasibuan, mengatakan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) banyak hal yang harus disosialisasikan.
Menurutnya, berbagai persoalan kekerasan sesksual bukan hanya terjadi pada akhir-akhir ini, tetapi juga sudah sejak zaman dahulu sehingga sangat penting dibahas terutama pasca-lahirnya UU TPKS.
“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa memang persoalan ini sangat penting untuk kita bicarakan, termasuk ekses berlakunya UU itu,” tuturnya, Kamis (26/1/2023).
Baca juga: Otto Hasibuan Sebut Sistem Multi Bar akan Menyebabkan Disparitas Kualitas Advokat
Dalam menangani kekerasan seksual, lanjut Otto, harus memperhatikan korban.
Menurutnya, anggapan bahwa negara tidak perlu mencampuri penyelesaian persoalan kekerasan seksual karena harus diselesaikan antarindiviru adalah keliru karena UUD menyatakan melindungi hak asasi manusia.
“Hak asasi manusia harus diproteksi oleh negara dan negara harus hadir, sehingga seminar ini sangat penting sekali,” ujarnya.
Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Raharjo, menyampaikan salah satu indikator kekerasan seksual adalah adanya pemaksaan.
Siapapun, baik perempuan atau laki-laki harus berani melawan.
“Jadi kalau merasa tidak nyaman, tentu harus berani menyatakan tidak dan melaporkan kepada pihak yang berwenang,” ucapnya.
Ia pun menyampaikan terima kasih kepada Peradi Otto Hasibuan dan jajarannya serta semua pihak terkait atas pelaksanaan seminar ini.
“Saya yakin seminar nasional ini akan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara,” ujarnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menyampaikan kerja sama atau kolaborasi Peradi dan UKI ini sangat positif dalam menyosialiasikan UU TPKS dan mencegah tindak pidana tersebut.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan pelanggaran HAM yang harus dihapuskan,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, sesuai hasil survei pengalaman hidup perempuan nasional tahun 2021 bahwa kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan selama hidupnya masih dialami oleh sekitar 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun.
“Bahkan prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir meningkat dari 4,7 persen pada 2016 menjadi 5,2% pada tahun 2021,” ujarnya.
Sedangkan berdasarkan hasil survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja tahun 2021, yakni 4 dari 100 anak laki-laki usia 13–17 tahun di perkotaan, pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk kontak maupun nonkontak di sepanjang hidupnya. Sementara di perdesaan, prevalensinya sebanyak 3 dari 100 anak laki-laki.
“Bagi anak perempuan yang tinggal, baik di perkotaan bahkan perdesaan, prevalensinya bahkan 2 kali lipatnya anak laki-laki, yaitu 8 dari 100,” katanya.
Menurutnya, angka itu merupakan fenomena gunung es, yakni jumah korban dan kasus kekerasan seksual yang sebenarnya terjadi jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan.
“Keadaan ini harus menjadi perhatian kita semua karena dampak yang ditimbulkan kepada korban mengakibatkan penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan juga sosial,” katanya.
Lahirnya UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS, lanjut Bintang, merupakan suatu bukti bahwa negara sangat berupaya melindungi rakyatnya.
Ia berharap semua mengawal implementasi UU tersebut demi terciptanya lingkungan yang aman dan bebas dari tindak kekerasan seksual.
“Pembaruan hukum ini memiliki tujuan mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi korban, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin tidak berulangnya kekerasan seksual.
Seperti diketahui, UU TPKS adalah undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual.
Adanya UU ini, harapannya bisa melindungi korban kekerasan seksual.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.