Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif Sedih Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Anjlok
Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengaku sedih Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 turun.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengaku sedih Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 turun.
IPK Indonesia saat ini berada di angka 34, atau turun 4 poin dari tahun sebelumnya yang memilii angka 38.
Menurut catatannya sejak zaman reformasi baru dua kali Indonesia mengalami penurunan IPK yaitu pertama pada tahun 2020 dari 40 menjadi 37 dan kedua pada tahun 2022.
Padahal menurutnya IPK Indonesia sebelumnya paling jelek stagnan atau hanya naik 1 sampai 2 poin.
Hal tersebut disampaikannya di sela-sela acara Integrity Constitutional Discussion #9 bertajuk "Oligarki, Sumber Daya Alam, dan Ancamannya Terhadap Pemilu 2024" di Jakarta Pusat pada Kamis (2/2/2023).
"Jadi itu sangat menyedihkan karena beberapa hal. Pertama, sejak dari zaman reformasi kita mengalami penurunan baru dua kali yaitu pada tahun 2020 kita menjadi 37, dari 40. Jadi ketika saya tinggalkan KPK itu kita itu 40, sudah mendekati Malaysia. Tetapi setelah itu, kita turun 37," kata Laode.
Baca juga: Anjloknya IPK Indonesia 2022 Dinilai ICW Sebagai Gagal Total Pemberantasan Korupsi Era Jokowi
"Tahun 2021 kita naik satu digit menjadi 38. Gila aja 2022 kita menjadi 34," sambung dia.
Menurutnya ada beberapa faktor penyebab IPK Indonesia turun di antaranya adalah terkait dengan kualitas penegakan hukum dan kualitas demokrasi.
Terkait hal itu ia menyoroti di antaranya indeks-indeks yang menjadi pertimbangan dalam penilaian terhadap IPK tersebut.
Baca juga: Skor IPK 2022 Turun, KPK: Pekerjaan Rumah yang Harus Dicarikan Solusinya
Diketahui tiga indeks yang mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu PRS International Country Risk Guide (dari 48 menjadi 35); IMD World Competitiveness Yearbook (dari 44 menjadi 39); dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 menjadi 29).
"Kebebasan berpendapat dianggap sangat terbatasi sekarang. Bahkan mereka mengatakan bahwa kita cenderung kepada pemerintahan yang mengarah kepada sesuatu yang tidak demokrasi, saya nggak mau menyebutnya kayak apa," kata dia.
"Tapi anda bayangkan, Filipina tangan besi presidennya, Duterte, begitu kan, turun di bawah kita. Kita dianggap mendekati yang itu. Jadi sehingga memang itu perlu disikapi," sambung dia.
Baca juga: Syarat Pendaftaran Rekrutmen BUMN 2022: IPK Minimal 2,75 untuk Lulusan Perguruan Tinggi
Selain itu, ia juga menyoroti sejumlah indeks yang skornya masih terbilang rendah.